RADAR TASIK.COM – Laga antara Hellas Verona melawan AC Milan menyimpan dua fakta unik dalam sejarah panjang kedua tim.
Bentegodi, stadion kandang Verona, menjadi saksi lahirnya era Milan Berlusconi sekaligus tempat yang dua kali menggagalkan Rossoneri meraih scudetto.
AC Milan, yang kini telah berusia 125 tahun, memiliki rekor pertemuan yang panjang melawan Verona.
Dari 78 pertandingan, Milan mencatat 36 kemenangan, 28 kali imbang, dan 14 kekalahan, dengan rasio kemenangan sebesar 46,2%.
Dalam beberapa tahun terakhir, Rossoneri mendominasi dengan memenangkan tujuh pertandingan Serie A terakhir melawan Hellas Verona.
Catatan kemenangan beruntun ini hanya kalah dari rekor melawan Siena, di mana Milan meraih sembilan kemenangan beruntun hingga Mei 2013.
Musim lalu, Milan berhasil menang dua kali atas Verona. Di San Siro, mereka meraih kemenangan tipis 1-0 diraih berkat gol Rafael Leão, sementara di Bentegodi, Milan menang 3-1 melalui gol dari Theo Hernandez, Christian Pulisic, dan Samuel Chukwueze.
Namun, Verona pernah menjadi mimpi buruk bagi Milan. Tim berjuluk Scaligeri ini mencatat sejarah sebagai penghalang scudetto Rossoneri di dua kesempatan, yaitu pada tahun 1973 dan 1990, yang dikenal dengan kutukan "Fatal Verona".
Meski demikian, Verona juga memiliki peran penting dalam sejarah kebangkitan Milan. Pada tahun 1988, di Stadion Bentegodi, era kejayaan Milan Berlusconi di bawah asuhan Arrigo Sacchi dimulai.
Kala itu, Milan memulai kebangkitan mereka menuju gelar Serie A pertama di bawah Sacchi.
Giovanni Galli, salah satu tokoh penting dalam era tersebut, mengenang bagaimana Silvio Berlusconi, presiden AC Milan, memberikan pidato tegas sebelum pertandingan melawan Verona.
Dalam wawancara dengan MilanNews.it, Galli menceritakan bagaimana Berlusconi meminta semua pemain untuk sepenuhnya mendukung metode Sacchi.
"Berlusconi masuk ke ruang ganti dan dengan tegas mengatakan bahwa Sacchi adalah pelatih yang dia pilih, dan kami harus menyesuaikan diri dan memahami metode kerjanya," kenang Galli.
"Dia bahkan mengatakan, 'Jika tidak, ini adalah pintu keluar.' Itu bukan ancaman, tetapi cara untuk menegaskan bahwa harus ada persatuan dalam tim," lanjutnya.
Pidato tersebut menjadi titik balik bagi AC Milan. Tim mulai tampil dengan gaya bermain ofensif dan garis pertahanan tinggi yang revolusioner di bawah Sacchi.