PANGANDARAN, RADARTASIK.COM – Sarasa Pangandaran mengungkapkan keprihatinan atas dugaan mobilisasi siswa dalam Pilkada Pangandaran yang diduga untuk mendukung salah satu pasangan calon.
Praktik ini dianggap merusak demokrasi dan pendidikan, serta mengkhianati semangat netralitas yang seharusnya dijaga.
Direktur Eksekutif Sarasa Pangandaran, Tedi Yusnanda N, mengecam keras dugaan tersebut, yang melibatkan siswa SMA di Kabupaten Pangandaran.
Para siswa dikabarkan diundang ke sebuah rumah di Pagergunung, yang diduga sebagai markas salah satu pasangan calon, dengan tujuan memengaruhi pilihan politik mereka.
Selain itu, mereka diduga diberi uang saku dan diminta menandatangani surat pernyataan dukungan.
"Praktik ini sangat mengkhawatirkan dan melanggar beberapa aturan," kata Tedi pada Sabtu 21 September 2024.
Ia merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 yang melarang keterlibatan siswa dalam politik praktis.
Menurutnya, keterlibatan siswa sebagai pemilih pemula dalam kegiatan politik mencederai netralitas pendidikan dan merusak semangat demokrasi.
Lebih lanjut, pemberian uang saku kepada siswa juga dikategorikan sebagai politik uang, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 187A menyebutkan bahwa tindakan memberikan imbalan untuk memengaruhi pilihan pemilih merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Tedi menegaskan, praktik ini berdampak buruk bagi kesadaran politik generasi muda, yang seharusnya menjadi aset bangsa.
Alih-alih memperkenalkan politik yang beretika, siswa malah diajarkan ketidakjujuran dan manipulasi.
BACA JUGA:Perbedaan Demensia dan Alzheimer, Memahami Penyakit Neurodegeneratif yang Menyerang di Masa Tua