Menurut Anies dengan situasi ini artinya sekarang kita tidak sedang hidup dalam situasi demokrasi yang tidak normal.
Kriteria nol yakni orang yang berani kata Anies, tentu soal bernyali.
“Yang menentukan berani ada dua. Pertama memang berani. Kedua tidak memiliki masalah dan tahu resiko,” ujar cucu pejuang kemerdekaan Republik Indonesia Baswedan ini.
Ketika disinggung soal ketakutan itu kemungkinan Anies dianggap lawan Presiden Jokowi, yang mengancam kepentingan program rezim ke depan.
Anies mengelak.
Anies minta dilihat secara obyektif program di DKI Jakarta sepeninggal Jokowi yang 2 tahun menjabat lalu jadi Presiden Republik Indonesia.
Jelas Anies, setelah Jokowi dilanjutkan duet Basuki Tjahya Purna dan Jarot selama 3 tahun, lalu Anies dan Sandiaga Uno, justru era dirinya yang melanjutkan program Jokowi.
“Program Pak Jokowi saya lanjutkan dengan plusnya,” tegas Anies.
Walaupun dalam situasi yang boleh seperti sekarang ini, lelaki kelahiran Kuningan Jawa Barat ini tetap optimistis untuk bisa melakukan yang terbaik untuk Indonesia.
Keinginan adanya perubahan menurut dia juga terlihat dari generasi baru.
“Kita juga sekarang menyaksikan generasi baru yahg mengingkan perunahan. Tapi yang dia pikirkan dan yang kita pikirkan belum tentu sama,” analisa Anies.
Ditanya tentang kondisi partai politik yang kaan mengusungnya, Anies menjawab bahwa sampai saat ini partai politik di Jakarta belum ada yang final.
“Semua masih...kalau.l penyisihan sudah lewat. Belum fiks ke kombinasi partai maupun kombinasi pasangan,” ujarnya.
Situasi politik saat ini, lanjut Anies sebenarnya menarik untuk para pengamat demokrasi.
“Menjadi contoh bagaimana setelah 25 tahun reformasi kematangan proses pemilu terjadi institusi partai dalam intervensi kekuasaan,” nilainya.
Mengenai santernya isu kalau banyak tokoh partai yang tersandera dengan intervensi kekuasaan, Anies pun memiliki penjelasan sendiri.