Tentara AURI itu, kata Eddie Marzuki Nalapraya, membawa senjata kaliber 12,7 mm yang harus digotong.
“Di Detasemen Garuda Putih itu bukan hanya tentara ada juga AURI dengan bawa (senjata) 12,7 (mm) digotong-gotong,” terang Mayjen (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya menceritakan.
“Jadi lengkap. Campuran. Ada CPM karena kesatuannya udah diserang,” kenang purnawirawan jenderal Bintang 2 ini.
Pertempuran heroik di Tasikmalaya terjadi antara pasukan pejuang melawan pasukan Belanda.
Pertempuran heroik di Tasikmalaya itu melibatkan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Salah satunya pejuang yang memerangi Belanda yaitu dari Detasemen Garuda Putih, yang dipimpin Kapten Burdah, ayahnya Rhoma Irama.
Mayjen TNI (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya, tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, merupakan bagian dari pasukan Detasemen Garuda Putih yang dipimpin Kapten Burdah.
Eddie Marzuki Nalapraya, yang saat itu masih muda berusia 16 tahun bergabung dengan Tentara Pelajar Indonesia dan bertempur lawan Belanda di Tasikmalaya.
Eddie Marzuki Nalapraya atau Eddie Nalapraya saat itu berada di Tasikmalaya karena keluarganya mengungsi setelah Jakarta dikuasai Belanda pada 1947.
Eddie Nalapraya muda yang saat itu masih bersekolah di SMP di Tasikmalaya memilih bergabung menjadi pejuang kemerdekaan.
Jenderal ini saat mudanya angkat senjata di Tasikmalaya lawan Belanda.
Awal bergabungnya Eddie Nalapraya muda menjadi pejuang kemerdekaan karena dia tidak mau menjadi beban orang tuanya.
Awalnya dia bertemu dengan pasukan Detasemen Garuda Putih yang sudah bertempur dengan Belanda.
Dia yang masih muda kemudian diminta bantuan para pejuang untuk meminta nasi kepada masyarakat.
Eddie Nalapraya muda kemudian mengetuk pintu-pintu rumah warga. Setelah dia mendapatkan nasi kemudian diberikannya kepada para pejuang.
“Dari situ saya pikir daripada jadi beban orang tua, lebih baik saya gabung dengan Tentara Pelajar banyak yang gabung,” ujar Mayjen TNI (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya dalam Youtube Rhoma Irama menceritakan.