Salah satu pertempuran yang diikutinya yaitu pertempuran Gunung Kacapi Tasikmalaya yaitu di jalur Tasikmalaya-Singaparna.
Kata Eddie Nalapraya, saat itu pejuang kemerdekaan menghadang konvoi tentara Belanda.
BACA JUGA: Pentingnya Mengontrol Emosi Sebagai Etika Berkendara, Berkut Tipsnya
BACA JUGA: WOW, Bojan Hodak Mulai Galak, Tertibkan Pemain Persib yang Membuat Ulah Setelah Kasus Jari Tengah
Saat itu konvoi tentara Belanda dari Tasikmalaya menuju Singaparna dan diserang pasukan Detasemen Garuda Putih.
“Meman gada konvoi Belanda dari Tasikmalaya menuju Singaparna, kita (serang) pakai (senjata) 7,7 mm yang dipakai Kopral Supratman yang nembak sampai habis,” ujarnya dalam chanel Youtube yang dipandu Rhoma Irama.
Pasukan Detasemen Garuda Putih juga kerap menyerang konvoi Belanda yang melintasi di Cintaraja Kabupaten Tasikmalaya.
“Banyak cerita-cerita yang membanggakan karena waktu itu enggak ada pilihan lagi antara freedom or die,” ujarnya.
“Karena kemerdekaan di kita itu enggak seperti Singapura. Enggak seperti Malaysia. Enggak seperti Brunei. Kalau Singapura itu given. Dikasih kemerdekaannya. Kita sama Aljazair harus perang gerilya,” terang tokoh militer kharismatik ini.
“Jadi Indonesia itu perjuangannya sudah mendunia,” ujar Mayjen TNI (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya.
Perang Kemerdekaan Indonesia di Tasikmalaya
Kapten Burdah adalah pimpinan dari Detasemen Garuda Putih di era perang kemerdekaan Indonesia di Tasikmalaya.
Mayor Jenderal (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya, pejuang kemerdekaan RI dan bapak pencak silat Indonesia adalah salah satu anak buah Kapten Burdah.
Saat itu pada tahun 1947, usia Eddie Marzuki Nalapraya masih sangat muda.
Dia berusia remaja 16 tahun saat bergabung dengan pasukan pejuang yang dipimpin Kapten Burdah.
Eddie Marzuki Nalapraya yang masih bersekolah bergabung dengan Tentara Pelajar Indonesia untuk berperang melawan Belanda.