Maka atas saran dua patih yang mengawal Prabu Geusan Ulun, agar keraton ditinggalkan.
Raja dan keluarga mengungsi ke Dayeuh Luhur untuk mengantisipasi hal terburuk dari serangan pasukan Cirebon.
BACA JUGA: Cenderung Manis, Alasan Kuliner Jogja dan Jawa Manis Manis
Ternyata Jayaperkasa belum gugur. Dia berhasil memukul mundur pasukan Cirebon.
Lalu kembali pulang ke keraton. Alangkah marahnya Jayaperkasa menjumpai istana kosong.
Dia melihat tanaman Hanjuang Merah pertanda dirinya masih hidup atau gugur di medan perang masih segar.
Hanjuang Merah itu jangankan mati, layu saja tidak.
Padahal pesan Jayaperkasa selama Hanjuang Merah belum mati maka dirinya masih hidup.
Alasan itulah Jayaperkasa murka kepada dua patih yang mendampingi Prabu Geusan Ulun.
Setelah melampiaskan amarahnya Diperkosa memilih ngahiyang alias moksa. Hilang dengan raganya.
Dayeuh Luhur menjadi tujuan ziarah orang-orang Sumedang pengagum Jayaperkasa.
BACA JUGA: Pentingnya Mengontrol Emosi Sebagai Etika Berkendara, Berkut Tipsnya
Daerah itu sangat disakralkan sehingga hal-hal yang berbau Cirebon tidak boleh ada.
Misalnya peziarah dilarang memakai pakaian batik yang umum dipakai oleh orang Cirebon.
Jika larangan itu dilanggar menurut kepercayaan orang Sumedang saat itu, akan terjadi sesuatu yang tidak baik.
ditaati sebagian kecil warga dua daerah ini.