BACA JUGA:Pertamina Bersama Toyota Kembangkan Mobil Berbasis Hidrogen
Betapa ayahandanya merasa berat menegakkan keadilan. Banyak hal yang mengganggunya untuk tegaknya keadilan.
Apalagi kalau yang berperkara antara si kaya dan si miskin. Rakyat biasa dengan pemegang kekuasan, sering dialami intervensi-intervensi kepada proses pengadilan.
Cerita ayahandanya, tidak sedikit sejawat hakim yang tidak tahan dan memilih menyerah.
Baik karena intervensi berupa ancaman maupun iming-iming kenikmatan harta atau promosi jabatan.
Itulah yang Abu Nawas takutkan. Dirinya sangat tahu diri. Tidak akan kuat berada di pusarannya penentu keadilan dunia itu.
“Aku tahu kamu tidak mau menggantikanku. Tapi anakku, Baginda Raja Harun Al Rasyid pasti menunjukmu. Itu tidak mungkin kamu bantah. Risikonya besar,” lanjut ayahanda Abu Nawas.
Abu Nawas terdiam saja. Matanya menatap tajam wajah ayahanda yang berada dalam kondisi akhir hayatnya.
Nafas pendek-pendek lelaki renta yang Begitu dikaguminya, semakin menunjukkan proses sakaratul maut sedang berlangsung.
Abu Nawas selama ini dididik begitu penuh cinta kasih sekaligus keras oleh ayahndanya.
Nilai-nilai agama begitu kuat ditanamkan kepada Abu Nawas sejak dari kecil.
Bagaimana ayahandanya selalu mengajarkan dan mengingatkan tentang tujuan hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah.
Tujuan itulah yang membuat manusia bisa hidup dengan arah yang benar.
“Manusia yang tidak memiliki atau tidak tahu tujuan hidupnya, dia akan seperti orang berjalan dalam gelap gulitanya malam. Tidak tentu arah, akan putus asa, akan hampa.”
Pesan ayahandanya itu selalu terngiang terus di telinga Abu Nawas.
“Tapi anakku, jika memang dirimu ingin menolak jabatan hakim dari Baginda Raja Harun Al Rasyid, ada satu cara,” bisik ayahndanya.