KOTA TASIK, RADARTASIK.COM - Peraturan Daerah (Perda) Tata Nilai Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang Religius di Kota Tasikmalaya, memiliki sejarah yang cukup panjang.
Perda ini awalnya adalah Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Kemasyarakatan yang Berlandasakan Pada Ajaran Agama Islam dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya.
Namun di Perda Nomor 9 Tahun 2012 pada saat itu diminta untuk adanya perubahan atau koreksi berdasarkan hasil kajian dan konsultasi dengan pemerintah pusat, sehingga diubahlah menjadi Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang Religius di Kota Tasikmalaya.
Akhir-akhir ini sejumlah tokoh masyarakat dan para aktivis komponen amar makruf nahyi munkar, kembali menyoroti tentang pengaplikasian dan penerapan Perda Nomor 7 Tahun 2014 tersebut, yang di dalamnya mengamanatkan untuk adanya Tim Koordinasi.
Terlepas dari kontroversi perubahan SK Tim Koordinasi apakah harus konsultasi ke Kemendagri atau tidak. Yang terpenting Perda Tata Nilai yang sudah menjadi produk politik lokal kota Tasik itu efektif dan dapat dilaksanakan.
Ada tiga hal yang harus menjadi perhatian agar Perda Nomor 7 Tahun 2014 ini dapat efektif dilaksanakan yaitu:
1. Ketua Tim Koordinasi yang ex officio dijabat oleh Sekda Kota Tasikmalaya harus segera "siuman" akan tugasnya sebagai Ketua Tim.
2. Pemkot harus memiliki Politik anggaran yang jelas dan mencukupi untuk Progrmam Tim Koordinasi.
3. Pemkot menyapa aktivis/relawan masyarakat yang selama ini konsen tak lelah mengawal Perda tersebut secara produktif dan apresiatif.
Berbicara terkait SK Tim Koordinasi, hemat saya, tak mengharuskan Pj. Walikota Tasikmalaya untuk melakukan konsul ke Kemendagri. Tidak saja karena SK itu sifatnya besiking (penetapan), bukan regeling (pengaturan). Tetapi juga karena SK itu sudah tinggal hanya menyempurnakan nama-nama saja yang sudah tidak ada.
Persoalan penggantian nama dalam SK Tim Koordinasi, rasanya tidak perlu harus dikomunikasikan kembali dengan Kemendagri. Kalau Perwalkot, seperti Perwalkot Nomor 18 Tahun 2015 tetang Pelaksanaan Perda Tata Nilai, itu dapat dimengerti bila memang harus dikonsultasikan terlebih dahulu. Karena itu sifatnya regeling (pengaturan).
Sebagai orang yang pernah terlibat dalam penyusunan cikal bakal Perda Tata Nilai ini, saya memiliki pendapat seperti itu. Namun demikian saya juga menghargai apabila Pj Walikota memiliki pendapat lain, sebagai salah satu bentuk kehati-harian dalam menetapkan nama-nam yang akan tercantum di SK Tim Koordinasi.
Hal penting lain yang pernah saya sampaikan kepada teman-teman relawan dalam sebuah diskusi, bahwa dalam upaya turut mengendalikan laju penomena pekat di masyarakat , ada satu perda yang tak boleh dilupakan, yaitu Perda Nomor 11 tahun 2009 tentang Ketertiban Umum. Dalam perda itu diatur:
a. tertib lalu lintas
b.tertib fasilitas umum