Oleh: Dahlan Iskan
IA dokter hewan tapi pasien manusianya banyak sekali. Ia dokter hewan paling terkenal di Indonesia karena prestasi keilmuannya: drh Yuda Heru Fibrianto MP PhD.
Anda sudah tahu: ia adalah orang Indonesia yang mampu melahirkan anjing secara kloning. Sampai hari ini, baru Yuda orang Indonesia yang mampu melakukannya.
Itu terjadi di Seoul, Korea Selatan. Yakni ketika Yuda menekuni penelitian untuk meraih gelar doktornya.
Tentu Yuda harus berkutat di bidang sel. Juga embrio. Terutama bagaimana sel itu bisa hidup, berkembang, dan membentuk tubuh. Termasuk membentuk organ dan anggota tubuh lainnya. Lalu tubuh bisa hidup sebagai makhluk ciptaannya, ups, ciptaan Tuhan.
Pulang ke Indonesia Yuda terus menekuni sel dan embrio. Ia mengajar di kampus tempatnya memperoleh gelar dokter hewan: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia seorang peneliti yang amat serius.
Ia tahu makanan sel makhluk hidup itu adalah protein sel. Protein khusus itu dihasilkan oleh sel itu sendiri. Tanpa protein sel semua sel akan mati. Dengan protein sel bisa membelah diri. Berkembang. Tentu kalau tersedia banyak protein sel maka sel-sel kita tumbuh sehat. Lalu badan kita pun sehat.
Di masyarakat, drh Yuda dikenal mampu menyembuhkan orang dengan mempraktikkan stemcell. Itu tidak sepenuhnya benar. Yuda tidak mau memasukkan sel punca ke tubuh manusia. Ia memilih memasukkan protein sel.
Saya mampir ke rumahnya di Magelang Sabtu pagi lalu. Yakni dalam perjalanan saya dari Subang-Cirebon-Waleri-Magelang-Banyumas. Mampir-mampir. Di rumah itu saya ngobrol dengan drh Yuda yang begitu santainya. Di tengah obrolan itu satu per satu orang datang. Beberapa di antaranya saya kenal. Termasuk mantan bupati Demak yang terlihat begitu kesakitan.
Saya jadi sungkan mengganggu waktu tunggu orang sakit. Ingin sekali saya bisa ngobrol selama dua jam. Tapi yang antre kian banyak: 12 orang.
Mengapa Yuda tidak mau melakukan stemcell saja? Seperti yang mulai banyak dilakukan berbagai klinik di Indonesia?
"Saya memang bisa membiakkan sel manusia. Lalu menyuntikkannya kembali ke tubuh manusia. Tapi repot," ujar Yuda. Kerepotan itu, misalnya, ia harus mengambil lebih dulu sel dari pasien. Baik lewat pengambilan darah atau pun lemak. Lalu membiakkannya menjadi ratusan juta sel. Lantas memasukkannya ke tubuh pasien. "Repot. Banyak pekerjaan. Saya kan bukan dokter," ujarnya.
Maka kecerdasan dan logika Yuda pun bermain. Mengapa tidak memasukkan protein sel saja ke tubuh manusia. Agar sel tersebut mendapat makanan sehat yang cukup. Lalu sel itu bisa membiak sendiri di dalam tubuh secara sehat.
Memasukkan protein sel lebih mudah dan sederhana: bagi orang pintar seperti Yuda. Apalagi Yuda tahu dari mana mendapatkan protein sel itu. Pun kalau kebutuhannya banyak sekali.
Protein sel itu ia ambil dari ''wilayah'' sel. Di mana ada sel di situ ada protein sel. Maka kalau ia mengambil sejumlah sel, akan terambil pula protein selnya.