Ahmad Zuhri
Ga usah banyak mengeluh, nanti dikira kita kurang bersyukur.. Ga usah banyak protes, nanti dikira kita tidak bisa mencari solusi dan kurang adaptif terhadap perubahan.. Ga usah membandingkan dengan yg lain, daripada kita tidak siap dengan kenyataan.. Lha trs gimana.. yo ndak tau, kok tanya saya hehehe..
EVMF
Sedangkan pendekatan "cost lost" : subsidi diartikan sebagai silisih antara harga pasar dan harga jual saat ini. Sebagai contoh, katakanlah harga jual LPG saat ini senilai "satu P (1P)" ; sedangkan harga pasar LPG adalah "satu koma tiga P (1,3P)". Maka selisih antara harga pasar dan harga jual senilsi 0,3P dianggap sebagai biaya atau kerugian. Sepertinya saat ini, transparansi informasi mengenai data-data per-subsidi-an sangat penting untuk diketahui publik.
Pryadi Satriana
KALAU MEMANG BENAR, subsidi listrik - berikut penyediaan kompor listrik - harus segera direalisasikan. Kalau dilihat dari konsumsi daya listrik per kapita, kita ketinggalan bahkan dari Vietnam, padahal 'income per kapita' kita di atas Vietnam. Artinya apa? Kesenjangan ekonomi kita 'lebih besar' (baca: lebih memprihatinkan) drpd Vietnam. Belum lagi kalau dibandingkan negara2 G20: konsumsi daya listrik kita paling rendah, 'mbuncit', di urutan terakhir. Turki 3.300kWh, 3x Indonesia. Korea Selatan 11.000kWh, 10x Indonesia. Indonesia bisa masuk G20, tapi paling 'ndhesit', masih puluhan juta rakyatnya yg 'terpaksa hidup' dg daya listrik 450VA. Sedih saya. Sedih sekali. Dg daya 450VA, kalau masak nasi pakai rice cooker Philips ya langsung 'njeglek'. Jadi anggota G20 itu ternyata seperti 'angin surga', seolah-olah kita ini 'keren', padahal 'kere'. Terbelakang. Belum bisa menikmati perkembangan teknologi. Puluhan juta yg 'njeglek' kalau pakai rice cooker Philips yg kebutuhan daya listriknya lebih dari 600VA. Duuh ... sedihnya. Sudah 77 th merdeka, kesenjangan kaya-miskin masih menganga lebar. Banyak yg masih belum punya rumah. Bahkan tanah sejengkal pun tak punya, sementara punya Boy Thohir 'sak arat2'. Gitu dg entengnya Luhut bilang,"Sudah rejekinya Boy Thohir." Ahh ..., asal 'njeplak', ndhak punya empati sama yg ndhak punya tanah! Apa memang juga 'kebetulan' dan 'rejekinya Boy Thohir' kalau tanahnya yg 'sak arat2' itu dekat dg IKN? Atau krn masih 'sodara' dg Erick Thohir? Salam.
*) Dari komentar pembaca http://disway.id