Oleh: Dahlan Iskan
PEMIKIRAN Samin kini berlaku juga di Amerika Serikat. Entah siapa yang mengekspornya ke sana: dari Bojonegoro-Cepu dan sekitarnya.
Bahkan kini seperti terjadi persaingan siapa yang lebih Samin di Amerika: Gubernur Texas, Greg Abbott atau Gubernur Florida Ron DeSantis. Dua-duanya dari Partai Republik. Dua-duanya pendukung Presiden Donald Trump.
Selama seminggu kemarin Abbot dua kali merealisasikan ajaran Samin. Ia mengirim imigran gelap ke rumah Wakil Presiden Kamala Harris. Masing-masing 50 orang. Mereka berasal dari Amerika Tengah: mereka ditangkap karena nekad melintasi perbatasan Mexico-Texas. Mereka dinaikkan bus atas perintah gubernur Abbott. Tanpa diberi tahu ke mana tujuan akhir.
Perjalanan itu jauh sekali. Hampir 2000 km. Selama lebih 30 jam. Akhirnya bus itu sampai ke ibukota: Washington DC. Langsung menuju rumah dinas wakil presiden Kamala Harris. Mereka diturunkan di depan rumah jabatan dekat Naval Observatory. Ditinggal di situ. Begitu saja. Bus yang dari Texas kembali ke Texas.
Anda, yang bukan penganut Samin, pun tahu: Abbott lagi protes. Pemerintahan Joe Biden - Kamala Harris ia anggap tidak punya ketegasan seperti Trump dalam hal kebijakan imigrasi.
Gubernur DeSantis tidak mau pakai bus. Ia carter dua pesawat. 100 imigran gelap dari Venezuela ia naikkan montor muluk. Tanpa mereka tahu akan diterbangkan ke mana.
Pesawat itu mendarat di satu pulau kecil. Di pulau itulah Presiden Obama punya rumah peristirahatan. Separo dari rumah di pulau itu hanya dihuni di hari-hari liburan musim panas. Seperti sekarang ini.
Itulah pulau Martha’s Vineyard. Nama itu diambil dari golongan awal orang yang tinggal di situ berabad yang lalu. Letaknya 1,5 jam penerbangan dari bagian selatan Florida.
Mereka dilepaskan di pulau itu. Begitu saja. Itulah pulau di negara bagian Massachusetts –tolong dibetulkan tulisannya karena saya masih sering salah menuliskan nama negara bagian satu ini. Panjang pulau itu hanya 3 km, lebarnya sekitar 1 km. Penduduknya sekitar 19.000 orang –mendadak naik lebih dua kali lipat di musim liburan.
Seperti Bonek merusak stadion, setiap pagar bisa dirobohkan banyak yang bersorak senang. Emosi sesaat. Di Amerika tindakan ala Samin dua gubernur itu juga mendapat tepukan meriah. Dari pendukung Trump. Dari emosi mereka yang lebih permanen: Republik membenci Demokrat. Kian lama kebencian itu kian dalam. Ada saja pemicunya.
Satu tokoh pengikut Trump memang baru saja ditetapkan sebagai tersangka. Ia dinilai menyalahgunakan uang publik. Dana yang dikumpulkan untuk membangun tembok perbatasan dipakai juga untuk pribadi pemrakarsanya: Stave Bannon. Anda sudah tahu siapa Bannon. Ia ahli strategi politik Trump. Ia termasuk tokoh garis paling keras di belakang Trump. Ia 68 tahun.
Sebenarnya Bannon sudah mengantongi surat sapujagad: pengampunan dari Presiden Amerika. Ia mendapatkan surat pengampunan itu di hari-hari akhir kepresidenan Trump. Ia aman dari pemeriksaan pidana apa pun selama hidupnya nan lalu.
Karena itu Bannon tidak mau mengaku bersalah. Ia pilih diadili. Dengan resiko hukuman lebih berat.
Tiga orang teman Bannon pilih mengaku bersalah. Mengaku tahu uang itu dari dana tembok. Ia sadar itu salah. Ia minta pengampunan pengadilan.