RADARTASIK.COM - Setelah sebelumnya Candi Borobudur ramai diperbincangkan karena pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif kunjungan ke objek wisata budaya tersebut sebesar Rp750 ribu, saat ini giliran kawasan Pulau Komodo yang menjadi perbincangan.
Kawasan Pulau Komodo menjadi perbincangan lantaran mulai tanggal 1 Agustus 2022 besok, tarifnya naik menjadi Rp3,75 juta rupiah untuk sekali kunjungan wisatawan ke pulau endemik satwa Komodo tersebut.
Sama seperti kasus Candi Borobudur, masyarakat dan pelaku sektor jasa pariwisata di sekitar Pulau Komodo dan Kabupaten Manggarai Barat, ramai-ramai menolak kebijakan pemerintah tersebut.
BACA JUGA:Viral Sampah Roket China 20 Ton Melintas di Langit Indonesia dan Malaysia
Bahkan, dikutip dari postingan video di akun twitter @KawanBaikKomodo, asosiasi pelaku jasa pariwisata di wilayah Pulau Komodo, Labuan Bajo dan Kabupaten Manggarai Barat menyatakan bakal mogok beroperasi dan melakukan pelayanan jasa pariwisata mulai tanggal 1 Agustus 2022 besok.
Mereka menyebut, kenaikan tarif setinggi langit untuk berwisata di Pulau Komodo itu mengancam mata pencaharian mereka sebagai penduduk lokal pulau tersebut yang selama ini menggantungkan diri di sektor pariwisata.
Mereka juga menduga, kenaikan tarif itu sebagai bentuk monopoli dari pemerintah provinsi dan pusat terhadap kawasan wisata tersebut.
BACA JUGA:Tak Sekadar Menikahi Gadis Cirebon, Pria Bule Asal Jerman Kepincut dengan Hal ini
Dalam pernyataan sikap mereka, para pengelola sektor jasa pariwisata Pulau Komodo menduga, masuknya 4 perusahaan atau korporasi dalam pengelolaan Pulau Komodo menjadi penyebab dari kenaikan tarif tersebut.
Dikutip dari salah satu postingan infografis pada akun @KawanBaikKomodo, tercatat sedikitnya ada 4 korporasi yang menguasai atau mengelola kawasan ruang hidup Komodo.
Berikut adalah daftarnya:
BACA JUGA:Kapan STNK Mati 2 Tahun Kendaraan Jadi Bodong?
1. Kawasan Pulau Komodo
Ada dua perusahaan yang disebut mengelola kawasan pulau Komodo, yaitu PT Komodo Wildlife Ecotourism, dengan penguasaan lahan seluas 151,54 hektare.
Kemudian perusahaan kedua adalah PT, Flobomora dan mitranya, dengan luas lahan pengelolaan yang belum diketahui karena masih dalam proses pengurusan.