“Padahal, kami mencari tahu bahwa surat keputusan (SK) untuk pencairan dari Dinsos belum ada,” ujarnya kepada Radar, Senin (14/6/2021).
Kata dia, pihaknya melakukan penelusuran ke Dinas Sosial untuk mencari tahu informasi pencairan bankeu 10 desa. “Kami dapatkan informasi bahwa sejauh ini, ternyata belum ada transaksi ke desa yang mengajukan Bankeu. Tetapi 10 desa disinyalir sudah melakukan transaksi dan nilainya miliaran,” kata dia, menjelaskan.
“Jika ini sudah ada pencarian sementara SK belum ada berarti tidak sesuai peraturan. Kami menduga ada kesepakatan-kesepakatan yang dibuat,” terang dia.
Ketua LBH Ansor Kabupaten Tasikmalaya Asep Abdul Ropik SH mengatakan, secara kajian dan analisa hukum, walaupun informasi bankeu ini masih simpang siur, baik dari dinas yang bersangkutan atau pihak yang mempertanyakan, tetap harus didorong kepolisian melakukan penyelidikan.
“Harus transparan dan terbuka, apalagi nilai bankeu ini bukan uang kecil dan berkaitan dengan uang negara. Kita khawatir dengan adanya informasi yang simpang siur, belum ada SK dan penyaluran, 10 desa disinyalir sudah ada transaksi, maka perlu diselidiki oleh kepolisian,” kata dia.
Jangan sampai, terang dia, ada oknum pejabat yang melakukan kegiatan program melakukan penyalahgunaan wewenang. Karena ini bisa masuk tindak pidana korupsi.
“Korupsi ini tidak hanya dilihat dari sudut pandang nilai kerugian saja. Dalam pasal tentang korupsi, penyalahgunaan wewenang pun masuk korupsi,” terang dia.
LBH Ansor, kata dia, dengan munculnya informasi ini, mendorong sikap kepolisian untuk transparan dan melakukan penyelidikan. Karena berkaitan dengan uang negara. Maka publik, khalayak umum pun bisa mengetahuinya. Karena bukan perkara biasa, ini pidana khusus.
“Harus transparan untuk meng-counter opini atau informasi di luar yang simpang siur. Kita dukung kepolisian transparan. Juga bupati Tasikmalaya harus bertanggung jawab, kaitan anggaran daerah dan penyelenggaraan pemerintahan,” ujarnya.
Karena, kata dia, dalam program daerah pastinya ada tahapan aturan dan mekanisme yang dilalui dalam penganggaran. Bupati jangan diam dan harus turun menuntaskan persoalan ini. Jangan sampai kejadian ini menuai pro kontra dan masyarakat yang bersikap.
Kemudian, lanjut dia, mendorong peran DPRD baik itu Komisi I dan IV dalam fungsi pengawasannya terhadap program perencanaan pembangunan mitra kerja atau dinas terkait.
“Dewan bisa memanggil pihak atau dinas terkait yang bersangkutan. Jangan sampai ketika SK dan penyaluran belum dimulai, disinyalir 10 desa sudah pencairan. Karena nanti bukan kepala desa yang dirugikan, masyarakat sebagai penerima manfaat dan masyarakat bisa melakukan class action, melalui jalur hukum karena jelas dirugikan,” paparnya.
Kepala Bidang (Kabid) Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Tasikmalaya Kadir menjelaskan, bahwa benar untuk bantuan keuangan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat angkatan I itu diusulkan oleh Dinas Sosial PMD-P3A Kabupaten Tasikmalaya.
Namun, ungkap dia, soal adanya 10 desa yang disinyalir sudah menerima bankeu tersebut, dirinya akan koordinasi terlebih dahulu dengan Kasban perihal apakah sudah ada pengajuan atau tidaknya.
“Iya memang bankeu pembangunan dan pemberdayaan masyarakat tersebut adalah usulan Dinas Sosial. Kita coba cek dulu apakah sudah ada pengajuan atau tidaknya, ke Kasban, besok kita sampaikan,” terang Kadir kepada Radar, kemarin.
Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (Dinsos-PMD-P3A) Kabupaten Tasikmalaya Doris, saat dikonfirmasi tidak menjawab soal adanya dugaan pencairan bankeu ke 10 desa.
Data yang dihimpun Radar, 10 desa yang diduga sudah mencairkan bankeu tahun ini adalah Desa Tanjungsari Kecamatan Salawu Rp 550.000.000, Desa Karangmukti Kecamatan Salawu Rp 355.000.000, Desa Cintaraja Kecamatan Singaparna Rp 440.000.000, Desa Singasari Kecamatan Singaparna Rp 150.000.000, Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Rp 225.000.000, Desa Sukarame Kecamatan Sukarame Rp375.000.000, Desa Cipicung Kecamatan Culamega Rp 100.000.000, Desa Purwarahrja Kecamatan Bojonggambir Rp 475.000.000, Desa Tanjungsari Kecamatan Gunungtanjung Rp 310.000.000, Desa Linggasirna Kecamatan Sariwangi Rp 130.000.000 dengan total Rp 3.110.000.000.
Simpang siurnya penciaran bankeu 10 desa itu pun informasinya sudah ditangani oleh Polres Tasikmalaya. Namun, saat dikonfirmasi Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Hario Prasetyo Seno SIK MM melalui sambungan teleponnya belum memberikan jawaban.
(dik)