Pembenahan PKL Cihideung Butuh Dedikasi Kepala Daerah
Reporter:
syindi|
Jumat 28-05-2021,09:30 WIB
RADARTASIK.COM, CIHIDEUNG — Persoalan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Cihideung bukan lah penyakit baru, namun sudah terjadi puluhan tahun. Namun belum ada kepala daerah yang mampu menangani persoalan di kawasan pertokoan itu.
Keberadaan PKL tersebut sedikit banyak memberikan dampak negatif kepada para pemilik ruko di jalur tersebut. Sebagian ada yang pasrah, sebagian lagi masih memiliki optimisme pembenahan di sana.
Seperti salah seorang pemilik ruko yang enggan disebutkan namanya. Menurut dia, pada tahun 1970-an Jalan Cihideung menjadi primadona di kawasan pusat kota, sehingga PKL-PKL sudah ada yang membuka lapak di sana.
“Karena dulu jalur HZ Mustofa tidak begitu ramai, jalan ini (Cihideung) yang paling ramai,” ungkapnya menceritakan kepada Radar, Kamis (27/5/2021).
Seiring menjamurnya PKL di sana, kata dia, tingkat kedatangan pengunjung berkurang. Dari situlah jalur HZ Mustofa kian ramai, namun tidak serta-merta mengurangi keberadaan PKL di Jalan Cihideung.
Pasca pemberian gerobak dorong kepada PKL, lanjut dia, awalnya para pemilik toko diberi penjelasan bahwa lapak PKL tidak akan permanen. Namun faktanya, keberadaan mereka kini menetap bahkan menutup wajah pertokoan. “Alasan pemerintah karena belum ada tempat penampungan untuk gerobak,” katanya.
Kondisi tersebut sedikit banyak merugikan para pemilik toko. Karena akses yang terhalang lapak PKL membuat bongkar muat barang menjadi lebih sulit. “Kalau barang-barang kecil mungkin masih lancar, tapi kalau barang besar sudah enggak bisa,” ujarnya.
Disinggung keinginan pemilik toko terhadap pemerintah, pemilik ruko tersebut merasa pesimis. Karena membutuhkan pimpinan yang berdedikasi untuk bisa berhasil membenahi Jalan Cihideung.
“Harus dilakukan oleh pemimpin yang memang punya jiwa mengabdi kepada negara, dan saya kurang yakin pimpinan seperti itu ada untuk saat ini,” tuturnya.
Pemilik ruko lainnya menjelaskan, bahwa kondisi pandemi di Jalur Cihideung sudah tidak memenuhi standar protokol kesehatan. Karena sulit untuk menjaga jarak dalam kondisi seperti itu. “Termasuk sirkulasi udara buruk dan pengap karena tertutup lapak PKL, apalagi aroma tidak sedap kadang tercium,” ujarnya.
Hal ini berdampak kepada tingkat kunjungan pembeli yang berkurang secara drastis, terlebih saat pandemi Covid-19. Bagaimana tidak, orang akan memiliki risiko kontak fisik yang intens di sana, ditambah suasana tidak nyaman.
“Yang masih stabil paling toko mas saja dan dua toko yang sudah punya pelanggan setia, selebihnya sekarang sudah merosot,” terangnya.
Selain bongkar muat barang dagangan, para pemilik ruko juga sudah tidak memiliki kesempatan untuk menerima tamu pribadi. Sebagai makhluk sosial, tentunya mereka punya kerabat dan relasi yang berkunjung ke rumah. “Apalagi kalau ada acara atau kegiatan duka (meninggal dunia) paling datang ke rumah sakit saja,” ujarnya.
Di samping bidang bisnis, kondisi Jalan Cihideung juga memberikan dampak kepada psikologis. Karena di malam hari kawasan itu cukup menakutkan karena kondisinya yang semerawut dan gelap. “Kita parno juga khawatir ada pelaku kejahatan yang sembunyi di situ dan punya niat jahat,” tuturnya.
Akan tetapi, pemilik toko itu masih punya harapan besar kepada pemerintah. Terlebih dia punya kepercayaan yang besar kepada pimpinan saat ini yang dinilai visioner. “Harapan kami sangat besar kepada Plt Wali Kota Tasikmalaya sekarang untuk membenahi kawasan itu,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Cihideung tampaknya tidak memahami secara utuh kebijakan pemerintah untuk kawasan tersebut. Mereka merasa sudah difasilitasi pemerintah untuk menempatkan lapak berupa gerobak secara permanen.
Pantauan Radar di lokasi, para PKL di jalur itu beraktivitas seperti biasa pada Rabu siang (26/5/2021). Jalur itu terdapat dua baris lapak dagangan, sehingga badan jalan yang diambil cukup lebar sekitar 5-6 meter.
Selain badan jalan sebagian pedagang pun menempati trotoar dan menjajakan barang dagangannya. Meski tidak sampai menutup jalur pejalan kaki, tak ayal ruang pedestrian itu menjadi semakin sempit.
Salah seorang PKL di Jalan Cihideung, Endang Haryono (41), mengaku dari awal penataan, Pemkot memang menetapkan dua jalur. Dia mendapatkan posisi gerobak di baris kedua dari trotoar. “Tapi di situ (lapaknya) susah dapat pembeli,” ujarnya kepada Radar, Rabu (26/5/2021).
Akhirnya, dia memindahkan sebagian barang dagangannya ke trotoar. Menurutnya, hal itu lebih baik dari pada diisi oleh pedagang baru. ”Karena kalau kosong, pasti diisi oleh pedagang dari luar,” terangnya.
Disinggung kenapa lapaknya dipermanenkan, lanjut Endang, karena difasilitasi pemerintah. Bahkan, kata dia, bukan hanya memberikan gerobak, Pemkot juga memberikan lahan untuk atap, sehingga diasumsikan PKL lapak dagang tersebut bisa menjadi permanen. “Atapnya dari Pemkot, pedagang memasang kayu-kayu untuk memperkuatnya,” ujar dia menceritakan.
Ketika ditanya adakah pembinaan dari Pemerintah Kota Tasikmalaya? Endang menyebutkan hal itu biasanya disampaikan kepada perwakilan pedagang. Selanjutnya, disebarkan dari mulut ke mulut sesama pedagang. “Misal supaya tetap bersih dan rapi,” tuturnya.
Hal serupa juga diungkapkan Dodi Hendari (35), PKL di kawasan tersebut. Dia mendapatkan lapak yang menempel dengan trotoar jalan. “Jadi lumayan (dagangan) cukup ramai,” terangnya.
Dodi mengaku tidak pernah mendapat pembinaan langsung dari pemerintah. Biasanya informasi apapun akan disampaikan kepada perwakilan dan diteruskan ke pedagang lainnya secara alamiah. ”Jadi kadang ada juga informasi yang tidak sampai ke semua pedagang,” tuturnya.
Soal adanya dugaan lapak yang diperjualbelikan, dia mengaku tidak tahu menahu mengenai itu. Karena setahu dia, pedagang yang ada di kawasan tersebut masih pedagang-pedagang lama.
”Paling kalau ada yang sudah enggak dagang, biasanya dipakai oleh pedagang di pinggirnya supaya jadi lebih besar,” pungkasnya. (rga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: