“Sekarang sudah terbuka, pengarusatamaan gender sudah sejak lama digaungkan, menjadi arus utama bahwa dalam ruang publik apalagi kepentingan publik untuk memberi kesempatan,” tuturnya.
Mantan Komisioner KPU Kota Tasikmalaya tersebut mengaku meski bukan sebagai fungsionaris di KNPI, ia meyakini tidak ada ketentuan yang memperbolehkan kaum hawa turut mencalonkan. Tidak sekadar pengikut dan ditempatkan di jabatan tidak begitu strategis saja.
“Toh sering saya lihat di struktur kepengurusan ada saja kalangan perempuan, artinya untuk jadi ketua pun rekan-rekan berkesempatan,” ucap Hotum.
“Bahkan rekan saya Komisioner KPU di Sukabumi juga seorang perempuan dan mantan Ketua DPD KNPI di sana. Kok di kita tidak ada yang muncul,”sambungnya mengeluhkan.
Dia merinci sejumlah nama pemudi atau aktivis perempuan yang konsisten dan berperan di bidang masing-masing, mulai dari Hakimah Marwah Insan, M.H. (aktivis perempuan, praktisi hukum), Annisa Sholihat, S.Pd.I. (tenaga pendidik), Elin Amalia, S.Pd.I. (ketua Forhati Kota Tasik), Hj Lela Nurlela SH (Pengusaha, Praktisi Hukum), Nita Sunita Babara, S.H. (istri anggota TNI, Praktisi Hukum), Rahma Mardia, M.Pd. (Akademisi, Asesor BAN PAUD & PNF Jawa Barat).
“Serta banyak lagi kaum perempuan dari kalangan mana saja, baik OKP, seperti Pemudi Persis, Fatayat NU, Kohati, Kopri dan lainnya kok tidak dilirik,” rinci Hotum.
Meski wadah KNPI merupakan warisan orde baru, kata dia, tetapi harus mempelopori program-program untuk mereformasi. Ia menilai perbincangan di setiap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) saat ini, hanya kandidat-kandidat pria saja yang diwacanakan dan berwacana.
“Mindset ruang-ruang publik itu sekarang kan sudah modern dan terbuka. Digitalisasi sangat membuka ruang kesetaraan kaum hawa. Maka silakan tampilkan potensi dan pesonanya masing-masing,” harap dia.
Hotum mengilustrasikan di masa pandemi ini pun peranan laki-laki dan perempuan setara. Terutama mengingatkan anak, saudara, keluarga masing-masing dalam mengantisipasi dan mencegah terpapar Covid-19.
Maka, lanjut dia, diharapkan krisisnya kader aktivis perempuan untuk tampil di perhelatan semacam ini, menjadi cambuk bagi pemerintah supaya dalam program dan kegiatan, tidak hanya formalitas dalam pelibatan kaum hawa.
“Perempuan itu kan harus multi tasking dan multi talent dituntut mampu di banyak hal. Kalau generasi mudanya melempem bagaimana nasib kaum perempuan ke depan,” dorongnya. (igi)