Gizi Buruk, 42 Bayi di Kota Tasik Meninggal

Gizi Buruk, 42 Bayi di Kota Tasik Meninggal

TASIK — Puluhan bayi dan balita di Kota Tasikmalaya diketahui tidak mampu bertahan hidup dan meninggal dunia. Hal ini didominasi oleh kondisi fisik bayi yang lemah akibat kekurangan gizi atau mengalami gizi buruk.


Kelahiran bayi bagi para orang tua merupakan hal yang ditunggu-tunggu, terlebih bayi pertama. Namun sebagian dari mereka harus menelan pil pahit karena bayi mereka tidak mampu bertahan hidup atau meninggal dunia.

Berdasarkan informasi open data Kota Tasikmalaya, sepanjang tahun 2020 tercatat ada 42 bayi dan balita yang meninggal dunia. Jumlah tersebut terbagi menjadi 21 anak perempuan dan 21 laki-laki.

Selain itu, di tahun yang sama ada 15 bayi yang dilahirkan dalam kondisi meninggal dunia. Lebih detailnya jumlah tersebut meliputi 9 bayi laki-laki dan 6 bayi perempuan.

Di tahun 2021, RSUD dr Soekardjo pun mencatat ada 17 bayi di bawah 1 tahun meninggal dunia, dan 15 di antaranya merupakan anak dari penduduk Kota Tasikmalaya. Jumlah tersebut baru hitungan di tiga bulan pertama yakni Januari sampai Maret 2021.

Kabid Pelayanan RSUD dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, H Dudang Erawan Suseno mengatakan melihat kasus di triwulan pertama, memang cukup tinggi. Terlebih pada bulan Maret, di mana ada 10 kasus kematian bayi. “Saya sempat mengira salah data, tapi saat dicek ternyata memang jumlahnya segitu,” tuturnya kepada Radar pada Kamis (6/5/2021).

Terkait penyebab kematian bayi, lanjut Dudang, ada dua faktor umum. Yakni karena kekurangan gizi, atau akibat persoalan insidental selama proses kehamilan, persalinan sampai perawatan setelah lahir. ”Tapi dominan cenderung karena kekurangan asupan gizi,” terangnya.

Untuk menghindari hal tersebut, dimulai dari perhatian dan pemahaman orang tua saat awal kehamilan. Asupan gizi yang seimbang harus benar-benar diperhatikan sejak trimester pertama. “Dari mulai pola makan dan pola hidup harus benar-benar dijaga,” tuturnya.

Pemeriksaan disiplin ke bidan pun, kata dia, sangat perlu dilakukan. Hal itu untuk melihat perkembangan kondisi bayi. “Jadi kalau ada apa-apa, bisa terdeteksi sejak dini,” tuturnya.

Disinggung keseimbangan gizi serta pemeriksaan berkala memerlukan biaya dan ongkos, hal itu dianggap sebuah keniscayaan. Namun perlu juga dipahami bahwa makanan yang sehat bukan berarti harus mahal. “Memang sedikit banyak kondisi perekonomian ada pengaruhnya juga secara tidak langsung,” terangnya.

Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Dede Muharam mengaku miris soal banyaknya bayi meninggal. Terlebih ada hubungannya dengan asupan gizi yang tidak optimal. “Soal gizi dan kesehatan, tentu ini hubungannya dengan ekonomi masyarakat,” ungkapnya.

Dia menyadari bahwa pemerintah memang kurang peka terhadap kesehatan masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari anggaran kesehatan yang terbilang minim. “Karena sejak lama pemerintah kota cenderung ke pembangunan fisik,” katanya.

Diharapkan, ke depannya pemerintah Kota Tasikmalaya bisa lebih fokus menangani urusan kesehatan, termasuk pendidikan dan daya beli. Untuk merealisasikannya butuh kebijakan dari pimpinan atau kepala daerah. “Good will dari pimpinan salah satu kuncinya,” katanya.(rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: