Soal Pengembalian Insentif Nakes, TI: Apakah LHP BPK-nya Ada?
Reporter:
syindi|
Kamis 15-04-2021,16:00 WIB
SINGAPARNA — Transparency Institute (TI) menanggapi pernyataan Inspektorat Kabupaten Tasikmalaya yang menyatakan bahwa pengembalian sebagian insentif tenaga kesehatan (nakes) dari Kementerian Kesehatan ini dasarnya dari LHP BPK sebesar Rp 2 miliar.
“Iya memang kalau pengembalian itu dasarnya harus dari LHP BPK. Kami menanyakan apakah LHP BPK-nya sudah ada dan bisa diperlihatkan,” ujar Sekretaris Transparency Institute (TI), Murthalib SE kepada Radar, Rabu (14/4/2021) malam.
Intinya, kata dia, TI akan meminta keterbukaan dari Dinas Kesehatan dan Inspektorat terkait pengembalian sebagian insentif tenaga kesehatan ini. “Hari ini kami akan audiensi dengan Dinas Kesehatan terkait insentif tenaga kesehatan untuk bisa menjelaskan secara terbuka,” ujarnya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan dan Pengendalian Penduduk Kabupaten Tasikmalaya menjelaskan mekanisme pencairan insentif tenaga kesehatan tersebut yang langsung masuk ke rekening masing-masing penerima.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Program Insentif Tenaga Kesehatan (Nakes) Dinas Kesehatan dan Pengendalian Penduduk (DKPP) Kabupaten Tasikmalaya dr Iin Arpati mengatakan, soal teknis pengusulan insentif dari Kemenkes RI tidak diusulkan secara normal atau utuh, seperti pengusulan anggaran lainnya. Lewat aplikasi atau beberapa bulan sebelumnya ada perencanaan dan pengusulan.
Dalam teknisnya, jelas dia, insentif nakes ini dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pusat sifatnya non fisik. Jadi biasanya untuk program di luar penanganan Covid-19 ini harus dibuat perencanaan dan usulan secara utuh beberapa bulan sebelumnya lewat aplikasi.
“Namun untuk insentif nakes ini tidak utuh saat pengusulannya, karena saat pandemi Covid-19 ini terjadi Maret 2020, DAK pusat sudah turun ke daerah. Maka penganggaran untuk insentif nakes ini, dianggarkan oleh pusat di tengah anggaran murni yang sudah mulai dilaksanakan atau adanya refocusing,” ujar Iin kepada Radar, Rabu (14/4/2021).
Menurut dia, saat pemerintah daerah atau DKPP Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan pencairan insentif dari Kemenkes RI tahun 2020 ini, nilai bantuannya ditentukan oleh pusat, sehingga mendapatkan anggaran Rp 24 miliar.
“Jadi pengusulan dari daerah juga untuk insentif nakes ini ada. Namun hanya berupa data jumlah tenaga kesehatan dan puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya, termasuk kasus Covid-19. Jadi pusat juga tetap meminta usulan dan memverifikasinya,” terang dia.
Terpisa, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tasikmalaya H Asop Sopiudin mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan rapat kerja dengan DKPP, termasuk membahas soal pengembalian insentif yang sedang ramai saat ini.
Kata dia, ternyata diketahui kenapa sampai muncul rekomendasi BPK untuk pengembalian kelebihan pembayaran insentif nakes ini, karena ada selisih waktu. Maksudnya, setelah dikroscek ke DKPP, ternyata ada selisih delapan hari antara pemberlakuan perhitungan insentif nakes dari Kemenkes RI ini dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Bupati Tasikmalaya.
“SK bupati dikeluarkan setelah delapan hari insentif nakes ini diberlakukan atau mulai disalurkan sehingga ada kesalahan perhitungan atau kelebihan pembayaran insentif. Sementara BPK menghitungnya setelah SK bupati dikeluarkan,” ujarnya.
Menurut dia, selisih waktu diberlakukannya insentif nakes dengan dikeluarkannya SK Bupati yang sudah ditandatangani terkait penyaluran insentif ini berdampak terhadap perhitungan DKPP yang dilakukan lebih awal.
Baca juga : Soal Insentif Nakes Kabupaten Tasik, TI Minta Audiensi, Inspektorat: Harus Ada Pengembalian Rp2 M
“Sementara nakes yang bekerja merawat pasien Covid-19 ini kan sudah dimulai sejak awal Maret. Pemberlakuan insentif ini juga tidak semua nakes mendapat, karena yang hanya merawat pasien Covid-19 yang dapat. Kalau tidak ada pasien Covid-19 yang dirawat, maka tidak mendapatkan insentif,” paparnya.
Sementara itu, kata Asop, selain terjadi selisih waktu pemberlakuan insentif nakes dengan SK bupati juga semua nakes di Kabupaten Tasikmalaya baik yang merawat pasien maupun tidak selain di puskesmas di RSUD SMC juga mendapatkan insentif, maka terjadi kelebihan pembayaran.
“Jadi semua nakes mendapatkan insentif, semua tidak hanya di puskesmas di RSUD SMC juga sama mendapatkan. Sementara kan insentif dari Kemenkes RI ini hanya diperuntukkan bagi nakes yang merawat pasien Covid-19,” jelasnya.
Pada intinya, tambah dia, nakes ini sebelum keluar SK bupati tentang insentif dari Kemenkes RI ini sudah bekerja. Jadi Komisi IV menilai adanya kelalaian administrasi dari mulai perencanaan oleh DKPP walaupun ada pengembalian sesuai rekomendasi BPK, tetap harus dievaluasi.
“Kemudian jika ada yang bertanya kenapa insentif nakes tahun 2020 ini hanya diterima sampai Oktober, karena memang Kemenkes RI baru sampai Oktober menyalurkannya. Sementara November dan Desember 2020 belum ada masuk ke rekening nakes,” tambah dia.
(dik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: