Manajemen RSUD Kota Tasik Dinilai Kacau

Manajemen RSUD Kota Tasik Dinilai Kacau

INDIHIANG — Kondisi keuangan yang berdampak pada kekosongan obat-obatan di RSUD Soekardjo sudah berulang kali terjadi. Namun hal ini seolah tidak menjadi bahan evaluasi sehingga persoalan terus berulang.


Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Dede Muharam mengaku sudah memanggil pihak RSUD dr Soekardjo serta Dinas Kesehatan. Dia ingin meminta penjelasan detail terkait persoalan yang sudah sering terjadi. ”Sekaligus agar bisa kita tahu titik persoalannya di mana,” ungkapnya kepada Radar, Selasa (13/4/2021).

Sehingga wajar, jika dia curiga manajemen RSUD terbilang kacau. Sebab kembali terjebak dalam permasalahan yang sama berulang-ulang. “Apa enggak ada evaluasi,” katanya.

Dia mendorong Plt Wali Kota Tasikmalaya H M Yusuf bisa mengambil sikap. Supaya maA­najemen RSUD diperbaiki guA­na pelayanan yang lebih baik. “Karena sebagai pemimpin, Plt punya tanggung jawab untuk membenahi pelayanan, termasuk di rumah sakit,” katanya.

Menurut dia, persoalan tersebut bukan hal sepele mengingat kesehatan masA­yaA­rakat seharusnya menjadi prioritas. Ketersediaan obat tentunya menjadi hal pokok dalam pelayanan kesehatan.

“Kesehatan itu jadi kebutuhan dasar manusia, apalagi saat ini masih pandemi,” terangnya.

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dr Uus Supangat mengatakan pihaknya akan melakukan komunikasi dengan pihak RSUD terkait masalah tersebut. Karena dia pun belum paham betul duduk permasalahannya. “Saya akan coba tanyakan dulu kepada pihak rumah sakitnya, supaya kita bisa cari solusinya,” katanya.

Soal tidak adanya uang, RSUD saat ini berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang bisa memanfaatkan pendapatan dari pelayanan untuk pengadaan obat. Sehingga, menurutnya hal ini bukan semata-mata persoalan keuangannya.

Disinggung kemungkinan bantuan suplai obat dari Dinkes atau Satgas, hal itu bisa saja dilakukan. Namun harus melalui prosedur agar tidak terjadi duplikasi pembiayaan. “Jangan sampai ada pembiayaan double, dari klaim pasien dan suplai dari kami,” terangnya.

Jika hal itu tidak dipersiapkan, tentu akan menimbulkan masalah yang lebih besar ke depan. Di samping pelayanan yang baik, dia pun ingin RSUD memiliki administrasi yang baik juga. “Jangan sampai malah menimbulkan temuan BPK,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soekardjo Kota Tasikmalaya dikeluhkan pasien. Sebab, sejumlah obat di rumah sakit pelat merah tersebut tak tersedia, alhasil pasien harus menebus di luar rumah sakit.

Dari informasi yang dihimpun Radar, banyak pasien yang mengeluh harus membeli obat dari luar rumah sakit. Meskipun masih bisa diklaim oleh BPJS Kesehatan, tentunya hal ini merepotkan pasien dan keluarga.

Baca juga : Begini Kegiatan Selama Ramadan 1442 H di Lapas Klas IIB Tasikmalaya

Bahkan bukan hanya obat untuk pasien perawatan secara umum, obat bagi pasien Covid-19 pun ikut kosong. Padahal RSUD dikhususkan menangani pasien positif Covid-19 yang memiliki gejala dari mulai ringan sampai berat.

Saat dikonfirmasi, Kabid Pelayanan RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya, H Dudang Erawan Suseno mengakui kekosongan obat tersebut. Menurutnya, dari mulai obat yang bersifat kedaruratan, obat untuk pasien rawat jalan dan obat kategori lainnya kosong.

”Lumayan banyak kalau harus disebutin, bahkan barang habis pakai untuk penanganan pasien pun menipis,” ujarnya kepada Radar, Senin (12/4/2021).

Kondisi ini, lanjut H Dudang, belum berlangsung begitu lama, sekitar dua minggu ke belakang. Tetapi semakin hari persediaan obat lainnya pun semakin menipis. ”Karena kan yang berobat kan terus setiap hari ada,” ungkapnya.

Disinggung obat untuk penanganan pasien Covid-19 yang ikut habis, dia pun mengakuinya. Tetapi yang habis hanya obat penunjang saja. “Pengobatan pasien Covid-19 masih aman, hanya saja kurang optimal karena obat penunjangnya enggak ada,” katanya.

Pihaknya sudah berkomunikasi ke Bagian Keuangan RSUD dr Soekardjo agar segera melakukan pengadaan obat lagi. Pasalnya, ada beban moral di tenaga kesehatan ketika pelayanan tidak optimal.

”Karena sebagian pasien juga ada yang paham obat-obatan, jadi ketika kurang atau diarahkan membeli di luar, ya tentu mereka mempertanyakan kepada kami,” katanya. (rga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: