Batik Tulis Sukapura Tasikmalaya Mulai Menggeliat

Batik Tulis Sukapura Tasikmalaya Mulai Menggeliat

SUKARAJA — Batik Sukapura merupakan produk khas Kabupaten Tasikmalaya yang sudah ada sejak dulu. Namun, semakin ke sini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Karena belum maksimalnya pengembangan, mulai dari inovasi motif dan regenerasi pengrajin yang masih menjadi pekerjaan rumah.


Bahkan, kerajinan batik yang didomanasi berada di wilayah Sukaraja ini pun sempat meredup karena berbagai hal tersebut. Namun, belakangan ini pengrajin asli Batik Karuhun Sukapura yang berada di Kampung Ciseupan Desa Janggala Kecamatan Sukaraja kembali bergeliat setelah sebelumnya sempat meredup setelah meninggalnya Enung, sesepuh pengrajin batik asli sukapura tersebut. Namun, berkat adanya kepedulian dari semua pihak, sekarang mulai bangkit untuk tetap melestarikan batik tulis ini.

Kepala Desa Janggala Kecamatan Sukaraja Asep Ahmad Kastoyo mengatakan, geliat para pengrajin yang tergabung dalam kelompok Pengrajin Batik Gandok Jaya Mukti Sukapura mulai terlihat kembali. Ini merupakan angin segar yang harus ditangkap untuk melestarikan batik sukapura ini.

“Kami mengajak kepada semua warganya agar memahami dan dapat melestarikan batik tulis sukapura. Saat ini batik tulis sukapura telah mendapat perhatian dari Bank Indonesia Cabang Tasikmalaya dan terus membina serta memberikan bantuan berupa permodalan khusus sekaligus memberikan edukasi tentang ragam motif batik yang terbaru,” ujarnya kepada Radar, Minggu (9/4/2021).

Kata Asep, untuk menyesuaikan dan memenuhi permintaan harga pasar batik tulis sukapura sekarang sudah mulai produksi untuk kelas menengah ke bawah dengan harga Rp 100.000.

Harga sebesar itu, ujar dia, tidak mengurangi kualitas barang dan menggunakan batik tulis bukan cap. Sebetulnya, harga batik tulis sukapura aslinya itu Rp 400.000 dengan berbagai motif. Namun, saat ini mencoba membuat dengan harga yang lebih terjangkau untuk semua kalangan.

Sedangkan untuk motif, kata dia, ada rereng kumeli, daun taleus, rereng pisang bali kombinasi, rereng suliga merah hitam, rereng suliga merah putih, rereng manis kombinasi, dan rereng spiral. Kemudian untuk ciri khas warna batik sukapura ada tiga, yakni merah bata, biru dongker, hitam dan itu sudah ada dari dulu sejak para leluhur pengrajin batik sukapura.

“Batik Karuhun Sukapura ini diharapkan bisa terkenal kembali seperti dulu, yang sekarang sudah mulai redup bisa bangkit kembali. Bagi para pengrajin batik meningkatkan taraf hidup perekonomian, menjaring lapangan kerja baru sekaligus menjaga dan memelihara warisan leluhur,” ucapnya.

Asep menjelaskan, sekarang jumlah pengrajin batik di Desa Janggala sudah bertambah menjadi 35 orang. Padahal beberapa waktu lalu hanya 25 orang, artinya sudah ada penambahan atau keinginan warga untuk kembali menggeluti batik. “Jumlah itu campur antara pengrajin batik yang sudah sepuh dan masih muda,” ujarnya, menjelaskan.

Menurut dia, memang kondisi kurangnya pengrajin pun menjadi kendala. Termasuk masih minimnya regenerasi pengrajin di kalangan anak muda, padahal mereka punya potensi yang luar biasa dalam memunculkan motif kekinian.

“Geliat semangat bukan hanya pengrajin batik sesepuh, melainkan sudah mulai ada regenerasi pengrajin batik kaum muda untuk melestarikan batik Karuhun Sukapura dan Batik Karuhun Sukapura sudah masuk keanggotaan Karya Kreatif Indonesia,” ucap dia.

Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Batik Tulis Karuhun Sukapura Gandok Jaya Mukti Edang Ramdani mengatakan, kelompok sudah berdiri sejak tahun 2019. Awalnya di sini tidak ada kelompok, meskipun kalau kerajinannya sudah turun temurun sejak dulu. “Setelah berbincang dengan kepala desa dan berada di bawah binaan Bank Indonesia, maka dibentuklah kelompok ini,” ujarnya, menjelaskan.

“Semua mayoritas pengrajin baik yang sepuh dan kalangan muda merupakan kaum hawa. Selain membuat batik tulis sebetulnya anggota kelompok ini bekerja sebagai petani, bercocok tanam, pekebun dan lainnya,” kata dia.

Lanjut dia, dalam proses pembuatan batik ada yang dinamakan proses, menggambar, direreng, ditembok, diwarna awal, dijemur, ditembok, lalu diwarna yang kedua. Dalam pembuatan batik satu pcs itu, membutuhkan waktu selama lima hari maksimal. “Itu pun jika cuacanya bagus, cuaca harus panas,” kata dia.

Namun, lanjut dia, meskipun ada hujan, kalo tidak ada pewarnaan itu tidak berpengaruh. Jika ada pewarnaan baru berpengaruh, karena harus dijemur juga. “Hasil batik buatan pengrajin, sejauh ini dibantu oleh Bank Indonesia dalam hal pemasarannya,” ujarnya, menjelaskan.

“Saya berharap mudah-mudahan dengan batik sukapura ini jadi terobosan dan bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang ada di Desa Janggala khsusunya. Kemudian semakin banyak generasi muda yang berminat dan menjadi pengrajin batik,” harap dia. (obi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: