Penyakit Sosial Marak, Bukti Perda Kota Tasik Tumpul

Penyakit Sosial Marak, Bukti Perda Kota Tasik Tumpul

TAWANG — Sejumlah aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi mendiskusikan berbagai persoalan daerah. Terutama, fenomena nyata yang muncul di tengah masyarakat. Seperti persoalan moralitas dan sosial yang kerap mewarnai dinamika Kota Tasikmalaya.


Panitia diskusi, Fiki Ardiansyah menjelaskan fenomena sosial dan moral yang terjadi di Kota Resik seolah tidak ada hentinya. Sementara pemerintah sudah memiliki regulasi eksplisit yang mengatur dan mendorong agar penyakit sosial bisa diminimalkan.

Aktivis mahasiswa mendiskusikan fenomena tersebut, dalam kegiatan Orasi Kebangsaan, Mengurai Problematika Kota Tasikmalaya Melalui Sudut Pandang OKP yang diselenggarakan di Remedial Coffe Jalan Cilolohan, Minggu malam (4/4/2021).

“Nyaris setiap hari kita melihat media massa, menginformasikan adanya praktik amoral, penyakit dan persoalan sosial. Ini seolah ada aturan tapi di lapangan tidak berjalan,” kata Fiki kepada Radar, Senin (5/4/2021).

Menurut dia, di Kota Tasikmalaya sudah terbit beberapa tahun terakhir, Perda Tata Nilai Masyarakat yang Religius. Perda tersebut merupakan harapan atas semua jawaban keresahan masyarakat akan prilaku amoral atau hal-hal lain yang tidak sekoridor dengan kultur daerah, selaku Kota Santri.

”Termasuk ada Perda Trantibum dan lain-lain. Nah, hasil diskusi rekan-rekan mahasiswa tadi malam, faktanya masih banyak fenomena yang bertolak belakang dengan aturan-aturan tersebut,” tegasnya.

Dia menegaskan aktivis dari berbagai organisasi kemahasiswaan tersebut, bersepakat untuk mengawal serius isu yang berkembang belakangan ini. Terutama fenomena-fenomena yang muncul dan seolah menjadi konsumsi biasa di tengah publik.

“Penertiban anak jalanan, gelandangan dan pengemis, terlihat selalu ada. Tetapi, tidak pernah jera, dan muncul lagi seperti menjamur. Termasuk persoalan sosial lainnya,” keluh mahasiswa STAI Tasikmalaya ini.

Anggota Komisi I DPRD Kota Tasikmalaya, Dodi Ferdiana yang juga menjadi narasumber pada diskusi tersebut, menilai kurang implementatifnya sejumlah peraturan yang sudah diterbitkan, bermuara atas kurangnya keseriusan eksekutif.

”Maka kita akan membawa bahan masukan dari teman-teman mahasiswa ke DPRD, sebagai input positif dalam mengevaluasi aturan-aturan yang sudah diterbitkan,” kata Dodi.

Mantan aktivis mahasiswa ini pun berharap para juniornya bisa pro aktif dan melek isu daerah. Supaya menjadi tambahan tenaga legislatif dalam memperjuangkan ruh perbaikan.

“Kita juga sepakat ketika rekan-rekan mahasiswa ada diskusi, kami siap merespons dan menampungnya untuk disampaikan sebagai input,” ujar politisi Gerindra tersebut.

Baca juga : Mahasiswi Warga Cikalang Kota Tasik Ini Produktif Nulis Novel di Saat Pandemi

Ketua KNPI Kota tasikmalaya Ahmad Junaedi mengakui saat ini sejumlah regulasi yang diterbitkan bersama dengan eksekutif, tertuang dengan ideal dalam mengatasi persoalan di tengah masyarakat.

Di sisi lain, fakta-fakta mencengangkan terus bermunculan seolah rangkaian dokumen yang disusun menjadi aturan daerah tidak berdampak signifikan sesuai harapan.

“Kita akui kacamata mahasiswa itu, banyaknya Perda tidak implementatif. Beberapa catatan bagi kami, terutama kaitan soal kerawanan sosial, kriminalitas, eksploitasi anak, gelandangan dan pengemis memang kian membuat miris,” papar dia menjelaskan.

Pihaknya akan mendorong hasil diskusi tersebut ke meja parlemen untuk didiskusikan dengan anggota DPRD lain. Menjadi bahan evaluasi atau pertimbangan dalam mengkaji efektivitas setiap perda yang telah diterbitkan.

“Ini perlu kita dorong di legislatif, menjadi input kami selain kami sebagai senior rekan-rekan aktivis mahasiswa agar tidak melupakan hakikat perjuangan,” katanya yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya.

Di sisi lain, pria yang akrab disapa Jun itu mengakui beragam argumentasi eksekutif, dalam menindaklanjuti setiap Perda yang sudah disahkan. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), anggaran dan alasan klasik lainnya, diakui menjadi hambatan yang disampaikan pelaksana Perda ketika dievaluasi DPRD.

“Tapi minimalnya harus ada perbaikan dan kalau begitu-begitu saja, seolah hambatan ini dipelihara sehingga realisasi aturan sebatas angan-angan,” ujar mantan aktivis PMII. (igi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: