Kertas Mati

Kertas Mati

In Memoriam Winarko Sulistyo--

Nah, bagaimana cara mencetak dokter spesialis, yang kata Menkes Budi sangat minim. Mudah saja, APBN kita 20% untuk pendidikan. Kalau total Apbn kita adalah 3000 trilyun, ada kurang lebih 500 trilyun masuk ke kementrian pendidikan. Coba tempatkan 20 trilyun saja di bank-bank nasional atau Bank Jago lah (banknya Gojek) sebagai dana bergulir. Siapapun yang mau melanjutkan s1, s2, s3 atau ambil spesialis bisa mengaksesnya. Ya... mengajukan pinjaman untuk melanjutkan pendidikan. Setelah lulus dan bekerja bayar pinjamannya ke bank tersebut. Saya kira, dengan cara ini kita akan lebih cepat melahirkan doktor dan juga spesialis di bidang kesehatan. Tidak harus menunggu dapat beasiswa dari universitas luar negeri. Cara ini dilakukan Malaysia, untuk mendorong warganya kuliah di luar negeri. Cuma masalahnya, kalau sudah lulus dan gak bisa kerja, pusing juga mengembalikan duitnya. Hehehe.....

Muin TV

Karena susah login, ini untuk komentar tulisan kemarin. Menurut catatan Konsulat Malaysia di Pekanbaru, setidaknya setiap tahun ada 500.000 orang Riau yang berobat ke Malaysia Tujuan favoritnya adalah ke RS. Malaka. Kalau 1 orang pasien menghabiskan RM 1.000 saja, sudah 500 juta Ringgit devisa masuk dari orang Riau untuk negara Pak Cik Saman. Padahal, kalau orang sakit yang berobat, pasti tidak sendiri, minimal 2 orang. Bayangkanlah sendiri, berapa banyak duit keluar ke sana. Lalu, kenapa orang Riau lebih memilih berobat ke Malaka? Jawabannya adalah: pertama, pelayanan. Begitu kita mendarat di Bandara Malaka, sudah ada mobil jemputan dari RS. Malaka. Kita naik gratis. Siapapun naik mobil itu, gratis. Walaupun kadang tujuannya bukan ke RS. Malaka, tetap boleh naik dan gratis. Jarak dari Bamdara Malaka ke RS. Malaka, itu kurang lebih seperti jarak dari Bandara Sukarno Hatta ke RSCM. Yang kedua, pelayanan dokter. Diagnosa dokter di Malaka lebih presisi, ketimbang dokter di Pekanbaru. Suatu hari, tetangga saya masuk rumah sakit swasta besar di Pekanbaru. Sudah 2 hari dokter gak tahu apa penyakitnya. Begitu dibawa ke Malaka, ternyata demam berdarah. Aduuh... gini aja dokter kita gak tahu. Aneh. Akhirnya, dia telpon dari Malaka untuk melakukan fogging rumah. Dan dokter di Malaysia kalau berbicara apa adanya. Kalau memang penyakitnya bisa disembuhkan, ya... dia bilang bisa. Kalau memang gak bisa, ya.. gak bisa. Gak dibilang, "ya... kami sedang usahakan, sabar ya pak."

Agus Suryono

BIDEN DAN PUTIN DI ACARA G30 BALI BIDEN: Lho, anda jadinya datang mas Putin. PUTIN: Ya, iyalah. Kan udah janji ama mas Joko, waktu blio datang, nganter undangan. BIDEN: Terus bagaimana ini. Semua melihat kita. Semua sorot mengarah ke kita.. Anda apakah masih akan terus menyerang Ukraina..? PUTIN: Nanti kita salaman dan berpelukan saja. Semoga salaman dan pelukan kita, bisa menurunkan harga-harga. BIDEN: Lha soal Ukraina, anda masih akan menyerang..? PUTIN: Ah, itu kan di luar kendali saya. Jenderal saya bergerak atas ulah "lobby J" yang kita sama-sama tidak bisa kendalikan. Tapi sebenarnya, Anda bisa "minta kompensasi". BIDEN: Ya udah, nanti sepulang dari Bali, saya kontak "lobby J". PUTIN: Sebaiknya di tilp dari sekarang saja. Mumpung masih di Bali. Sebelum para anggota "lobby J" liburan akhir tahun.. BIDEN: Waduh, HP saya ketinggalan di kamar. Pinjam HP lu aja ya. Biar gak narik perhatian. Ini SIMCard Indonesia kan..

Otong Sutisna

Politikus kebaya merah....

Chei Samen

Udah bertandang di pulau Penyengat/ Melaju speed-boat ke Stulang Laut/ Nikmati keberkahan hari jumat/ Tenang-damai jangan ngebut. #Damai selalu Bang Thamrin.

Thamrin Daffan

Cobalah bertandang ke Pulau Penyengat / Kisah Gurindam Dua Belas ada disana / Telah tiba hari penuh berkah Jum'at / Mari ciptakan kedamaian suasana / Salamsalaman

Leong putu

Hari jumat hari keberkahan / Patutlah kita saling berbagi / Sungguh terhormat punya kawan seperti tuan tuan / Pribadi santun dan rendah hari / ... Salam

Lukman bin Saleh

Tidak terbayang jika sistem politik seperti ini berlaku di negara kita. Di sana anggota dewannya rasional. Bisa berfikir dewasa. Meski tidak selamanya, tapi tidaklah terlalu kekanak2an. Kalau di sini anggota dewan punya powerfull seperti di sana. Kacau sudah jadinya. Pemerintah tidak bisa berbuat apa2. Mau baik mau tidak kebijakan pemerintah. Asal bukan golongan kita, hajar. Tapi kalau golongan kita, dukung doong. Di sini sepertinya akan lebih baik fungsi kontrol dewan itu diganti netizen...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait