Siapa Membunuh Putri (23) – Bongkar Makam
--
Oleh: Hasan Aspahani
MILA meneleponku, minta bertemu. Suaranya sangat memohon. Seperti menahan tangis. Saya sedang di kantor. Saya tahu di mana dia mengontrak kamar kos. Tapi dia menyebut tempat lain untuk bertemu. Masih ada waktu sebelum rapat-rapat redaksi dan rapat gabungan dengan iklan dan pemasaran. Diantar Edo, saya menuju tempatnya.
”Ini rumah sepupu saya,” kata Mila. ”Saya sementara sembunyi di sini. Mau pulang ke kos takut,” kata Mila.
”Nggak kerja?” tanyaku.
Bukannya menjawab, Mila malah menangis. Setelah reda. Dia lalu bercerita. ”Saya mau berhenti aja, Mas... Kantor sudah nggak enak banget. Mila takut sekarang,” katanya.
Apalagi setelah kejadian malam itu. Orang yang membuat Mila takut adalah Beni, Pemred Metro Kriminal yang menggantikan Bang Eel, setelah saya dan Bang Eel pindah ke Dinamika Kota.
”Kok ada orang brengsek kayak orang itu. Wartawan kok gak bermoral,” kata Mila.
Saya mengenal Mila sebagai gadis yang ramah, tak mudah membenci orang, menyenangkan, tapi tidaklah dia seorang gadis yang gampangan. Di awal-awal waktu saya kerja Metro Kriminal, saya pernah sakit tifus, harus diopname beberapa hari. Mila yang menjaga, paling tidak tiap hari dia menengok. Sampai saya sembuh. Saya kira itu tindak tanggung-jawabnya dan dia anggap tugasnya sebagai sekretaris redaksi.
”Waktu Mas Dur tanya soal iklan, dan saya mau ketemu kemarin itu, saya mau cerita ini, Mas,” kata Mila.
Beberapa kali Mila merasa Beni memperlakukannya dengan kasar. Mengarah ke pelecehan. Puncaknya malam kemarin itu. ”Kami pergi ke karaoke ramai-ramai satu kantor. Teman-teman pulang satu per satu sampai tinggal kami berdua. Saya sudah mau pulang juga. Dia bilang pulang sama dia, dia mau antar saya,” kata Mila. Saat itulah Beni melakukan hal yang melampaui batas. Mila berteriak-teriak sampai sekuriti datang.
”Orang-orang itu lihat Mila kayak Mila ini perempuan yang nggak bener. Bukannya dia yang disalahkan. Itu Mila kesal banget, malu banget,” kata Mila dengan sesak yang seperti mau meledakkan dadanya, dia kembali tak bisa menahan tangis. ”Saya cuma mau cerita, Mas. Saya percaya Mas Abdur. Jangan suruh saya lapor polisi, jangan juga Mas Dur laporkan polisi. Jangan cerita ke siapa-siapa,” kata Mila.
”Kalau kamu nggak lapor, dia nanti akan perlakukan orang lain dengan perbuatan yang sama. Ke kamu juga nanti dia akan mengulanginya lagi,” kataku.
”Makanya saya nggak mau masuk kerja lagi. Saya berhenti saja. Capek, takut, stres tiap hari ketemu dia. Jangan cerita ke Bang Eel juga ya, Mas... Percuma!” kata Mila.
”Begini, deh. Jangan pikirkan soal pekerjaan. Mbak Nana mungkin perlu tambahan staf di sekretariat. Kalau kamu mau, pindah aja,” kataku. Nana adalah sekretaris Dinamika Kota. Mila sudah juga mengenalnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: