Pelaku Kejahatan Seksual Bukan Sekadar Penjara, Tapi Bisa Dimiskinkan
Seminar UU TPKS di Cirebon dihadiri Anggota komisi VIII DPR-RI Selly Andriani Gantina. -ist-radarcirebon.com
CIREBON, RADARTASIK – Anggota Komisi VIII DPR-RI Selly Andriani Gantina menjelaskan, setiap pelaku kejahatan seksual dijatuhi restitusi. Artinya sebuah terobosan dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHP.
“Setiap memutuskan kejahatan seksual tekait hukuman dan restitusi, harus sudah diputuskan langsung saat (pembacaan) vonis hakim,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Selly menyampaikan hal ini saat menghadiri seminar UU TPKS, yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), di salah satu hotel kawasan Cirebon, Kamis 25 Agustus 2022.
Menurutnya, restitusi ini bukan sekadar membebankan sejumlah uang kepada pelaku yang kemudian dibayar lantas selesai perkaranya.
BACA JUGA:Luar Biasa! Aksi Penyelamatan Dua Anggota Satlantas Gagalkan Seorang Ibu Loncat ke Sungai
Justru, kata dia, restitusi menjadi pidana pokok yang turut dijatuhkan kepada pelaku kejahatan seksual, selain pidana kurungan penjara.
“Karena ada kerugian materil yang tidak bisa diganti dengan uang. Misalnya korban mengalami gangguan psikologi, ini kemudian dihitung harus ke terapis berapa lama. Lalu kalau putus sekolah, maka dia harus sekolah lagi butuh biaya berapa banyak, sampai sekolahnya selesai dan bisa kembali lagi diterima di tengah-tenga masyatakat,” paparnya.
Untuk menghitung nilai restitusi yang akan dijatuhkan pada pelaku kejahatan seksual, di regulasi yang baru ditetapkan menjadi UU pada 9 Mei 2022 ini telah ke unjuk LPSK untuk bisa menghitungnya bersama pengadilan.
Persoalan lainnya muncul ketika pelaku kejahatan seksual ini merupakan warga dari kalangan ekonomi tidak mampu.
BACA JUGA:Nasib Baik! Terbukti Berjudi, 11 Warga Divonis 30 Hari, Sidang Cuma 19 Menit
Setelah menghitung aset-aset pelaku ternyata nilainya tidak mencukupi untuk membayar restitusi kepada korban, maka diatur pula bahwa negara akan memberikan kompensasi sejumlah tambahan biaya restitusi yang mesti dibayarkan atas kerugian korban.
Tapi, dia menekankan jika adanya kompensasi pembayaran restitusi dari negara ini, jangan disalahgunakan juga.
“Mentang-mentang nanti akan dikasih kompensasi sama negara, jadi seenaknya untuk berbuat kejahatan seksual,” tegasnya.
Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlidungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) RI, Ali Khasan menjelaskan, setelah UU TPKS ini ditetapkan, maka Kementerian PPS sebagai leading sektor dari UU ini, saat ini sedang melaksanakan kerja strategis, membangun bagaimana memberdayakan potensi-potensi dari kementerian lainnya dan lembaga di pusat hingga ke daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: