Kesenian Tradisional Badud di Pangandaran Terancam Punah
ALAT BADUD. Pewaris seni Badud Adwidi menunjukan alat kesenian Badud yang sering digunakan. Kini seni tersebut terancam punah karena tak ada penerus.-Deni Nurdiansah/Radar Tasikmalaya-
PANGANDARAN, RADARTASIK.COM – Kesenian tradisional Badud terancam punah karena tidak adanya regenerasi pada kesenian asli Kabupaten Pangandaran tersebut.
Pewaris seni Badud H Adwidi mengatakan, seni asli Dusun Margajaya Desa Margacinta Kecamatan Cijulang tersebut sudah ada sejak tahun 1868.
“Seni Badud perpaduan antara alat musik dogdog, calung dan tari topeng. Usianya sudah 100 tahun lebih,” katanya kepada Radar, Jumat (12/8).
BACA JUGA:Gelombang Tinggi, Nelayan Pangandaran Jangan Melaut Dulu
Menurutnya, seni Badud lahir dari para petani yang sedang ngahuma padi pada zaman dulu.
“Untuk menghibur petani yang sedang ngahuma, lalu tercipta ketukan-ketukan dari alat seadanya, berkembang seperti hingga sekarang,” ujarnya
Selain menampilkan musik tradisional, Badud sering dikombinasikan dengan bodor atau lawakan.
BACA JUGA:Masuk Babak 16 Besar, Hari Ini Tim PUBG Kota Tasik Hadapi Makodim 0612
Biasanya orang yang melawak memakai topeng hewan buas dan hama, seperti harimau, babi, kera dan lain-lain.
Ia merupakan generasi ke-6 pemegang warisan Badud. Namun kini seni itu sudah terancam punah.
“Generasi muda sudah jarang yang mau mengeluti seni Badud. Entah generasi ke-7 akan lahir atau habis di generasi ke-6,” ucapnya.
BACA JUGA:Masuk Musim Panen, Petani Pangandaran Resah Karena Intensitas Hujan Tinggi
Sekarang para pelaku seni Badud rata-rata berusia antara 50 sampai dengan 60 tahun.
“Masih suka ada panggilan dari hajatan, biasanya dibayar per jam,” jelasnya. Dalam satu jam biasanya ia dibayar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Uang tersebut dibagikan kepada 20 personel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: