Honor THL Kota Tasik Belum Cair, Dewan: BPKAD Jangan Lelet

Honor THL Kota Tasik Belum Cair, Dewan: BPKAD Jangan Lelet

INDIHIANG — Komisi I DPRD Kota Tasikmalaya meminta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tasikmalaya responsif dalam menerima usulan pencairan dari instansi lain.

Terutama dinas-dinas yang memiliki Tenaga Harian Lepas (THL) yang langsung bersentuhan dengan pelayanan publik.

“Mohon responsif, jangan banyak pertimbangan atau terlalu takut eksekusi. Ini berkaitan hajat hidup orang banyak,” tegas Sekretaris Komisi I DPRD Kota Tasikmalaya Anang Sapaat kepada Radar, Jumat (5/3/2021).

Menurut dia, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) sudah marathon menyusun rencana kerja anggaran (RKA) untuk diusulkan pencairannya. BPKAD jangan terkesan mempersulit, apalagi banyak pertimbangan yang berdampak lambatnya pencairan honor THL.

“Kita akan kawal ini dengan serius. Tolong usulan seperti penggajian THL atau sejenisnya itu disegerakan. Kita tidak ingin ada persoalan baru yang muncul ketika mereka telat mendapat penghasilan,” keluh Anang.

Di sisi lain, ia mewajarkan ketika pencairan lambat akibat pengukuhan Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPT) baru, yang berdampak pula pada proses pencairan honor-honor THL yang kinerjanya berbasis kegiatan.

“Tapi kalau semacam tenaga kebersihan, armada sampah, itu kan THL khusus bukan basis kegiatan. Jadi kendalanya di pencairan. Tolong yang seperti ini krusial. Jangan dipersulit,” tegas dia.

Dia mendesak pemkot memonitor proses pencairan kegiatan, terutama honor THL. Supaya pelayanan terhadap masyarakat tidak terkendala.

“Sudah PNS-nya telat cair TPP, sekarang THL juga kena dampaknya. Mereka itu andalkan penghasilan dari honor saja. Tolong jangan dipersulit, ditimbang dari sisi kemanusiaannya,” pinta Anang.

“Jadi seperti hal rutin, pemkot itu muncul dulu persoalan baru cari solusi. Harusnya yang seperti ini bisa diantisipasi,” sambung dia.



Anggota Komisi I DPRD Kota Tasikmalaya Dodo Rosada menyayangkan pencairan honor THL ngaret. Padahal, kata Dodo, secara aturan, sistem dan instrumen pemerintahan lainnya, pemkot sudah tidak memiliki alasan lain dalam mencairkan kegiatan, termasuk honor THL.

“Harusnya kan tidak ada alasan lagi, kenapa belum juga cair. Kasihan THL, kalau pun harus tertunda, alasannya yang jelas. Jangan sampai terjadi persoalan baru pemkot kerja ekstra,” tegas Dodo.

Menurut dia, secara aturan sudah tidak ada lagi persoalan dalam mencairkan operasional dinas, seperti honor THL.


Terlebih ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mengatur tugas dan kewenangan plt wali kota, diperkuat Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beberapa waktu lalu, yang memberhentikan sementara wali kota dan menunjuk plt wali kota untuk menjalankan tugas dan kewenangan wali kota.

“Kalau pemkot berpedoman pada aturan, di sana kan sudah jelas peraturannya. Jadi secara prinsip tidak ada lagi persoalan atau pun kendala. Mohon dilihat aspek sosial, terutama bagi tenaga-tenaga non-PNS yang andalkan hidup dari gajian tersebut, apalagi sekarang sedang pandemi Covid-19,” keluh Ketua Bapemperda DPRD Kota Tasikmalaya itu.

Seharusnya, lanjut Dodo, pemkot mengutamakan pencairan gaji atau honor terhadap warga yang mengabdikan diri membantu tugas-tugas pemerintah dalam hal pelayanan publik. Meski ia mengakui, sebagian PNS pun sudah terdengar nada keluhan karena TPP tak kunjung cair.

“Jangankan THL yang mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk membantu tugas pemerintah dalam pelayanan masyarakat. Warga biasa saja ketika ada yang kelaparan pemerintah wajib memperhatikan, maka tolong dihitung aspek sosial ini,” tegas Dodo.
Politisi PDIP itu mengaku heran pencairan kali ini terjadi

keterlambatan. Padahal sejumlah pejabat pemkot yang berwenang mengeksekusi anggaran dan kegiatan, sudah dikukuhkan beberapa waktu lalu. “Kalau awal tahun gajian PNS terlambat, kita memaklumi dan mentoleril,” kata dia.

“Karena ada beberapa faktor penghambat, mulai dari adanya perubahan SOTK, kemudian kewenangan plt wali kota yang terjadi perbedaan persepsi antara undang-undang dengan persepsi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan daerah kala itu tidak bisa melakukan diskresi,” papar Dodo. (igi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: