Yayasan Keagamaan di Kabupaten Tasik, Kerap Jadi korban Sunat Bansos
Reporter:
andriansyah|
Senin 01-03-2021,09:31 WIB
SINGAPARNA - Organisasi kepemudaan, kemahasiswaan dan keagamaan sangat prihatin atas terjadinya fenomena pemotongan dana hibah bantuan sosial (bansos) yang menimpa ratusan lembaga pendidikan keagamaan di Kabupaten Tasikmalaya.
Keprihatinan tersebut muncul karena oknum atau pihak tertentu kembali terjadi di Kabupaten Tasikmalaya dan yang selalu menjadi korbannya adalah yayasan atau lembaga keagamaan.
Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Tasikmalaya Nana Sumarna SE mengaku sangat menyayangkan adanya praktek pemotongan bansos yang menimpa lembaga atau yayasan keagamaan dan para ajengan yang menjadi korban.
“Proses hukum yang saat ini tengah diusut di perjalanan harus sampai ketemu siapa aktor intelektualnya (yang memotong, Red). Tentu ini juga menjadi keprihatinan kita terhadap fenomena semacam itu, tentu KNPI, meminta tidak terulang lagi,” ujarnya kepada Radar, Minggu (28/2).
Nana menambahkan, kepada aparat penegak hukum (APH) baik kejaksaan atau kepolisian, yang melaksanakan tugas untuk mengungkap fakta yang sebenarnya agar publik tidak bertanya-tanya.
“Siapa pihak yang melakukan pemotongan, tentu kita mendukung langkah dan proses hukum yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan dalam mengungkap dugaan kasus pemotongan hibah bansos ini,” jelasnya.
Ketua Pengurus Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Tasikmalaya Rony Mardyana mengaku sangat prihatin atas terjadinya pemotongan dana hibah bansos yang semestinya tidak terulang kembali di Kabupaten Tasikmalaya.
“Apalagi penerima yang mengalami pemotongannya adalah lembaga pendidikan keagamaan, yang harusnya mendapatkan perhatian anggaran untuk pengembangan fasilitas dan sarana prasarana keagamaan untuk pendidikan agama dan karakter di Kabupaten Tasikmalaya,” ujarnya.
Menurut dia, pemotongan ini sangat disayangkan, apalagi dilakukannya ketika pandemi Covid-19. Kedua pemotongannya terhadap lembaga pendidikan. Maka ini menjadi bencana moral dan sosial yang berdampak pada kerugian negara serta masyarakat.
“Hal itu mengisyaratkan bahwa tidak ada kepekaan atau empati dari pejabat tersebut. Selanjutnya pemotongan tersebut merupakan bukti krisis moralitas publik. Kemudian pemotongannya lebih dari satu lembaga. Sehingga menandakan bukti keserakahan,” terang dia.
Dia berharap, semoga aparat hukum bisa menindak pelaku atau oknum tersebut dan bukan hanya mengawal sampai tuntas, akan tetapi menyelidiki motif pemotongan tersebut untuk apa, apakah untuk setoran, biaya politik dan lainnya atau apapun itu sehingga dapat dilihat secara sistem dan kultur.
Ketua Persis Kabupaten Tasikmalaya Dede Reviana mengaku sangat prihatin atas fenomena pemotongan hibah bansos ini, tentunya semua pihak memiliki tanggung jawab moral yang sama, ini sesuatu yang jelas tidak dibenarakan.
“Baik konstruksi hukum atau berbicara syariah, apapun alasannya sulit diterima dengan rasional yang baik. Harapan kita harus ada kesepahaman bersama dari stakeholder. Baik penyalur, dalam hal ini pemerintah, memiliki kontruksi hukum dan aturan yang jelas,” kata dia.
Kemudian, lanjut dia, memiliki pola dan alur yang jelas pula. Tidak lagi ada pemain atau pihak yang tidak bertanggung jawab, yang ikut mengurusi persoalan ini. Kemudian ada pihak tertentu yang memanfaatkan situasi dan kondisi di tengah pandemi Covid-19.
“Mungkin saja kelatahan masyarakat atau mungkin kekurang pahaman penerima terkait alur bantuan ini harus ada dua ruang yang didorong bersama yaitu ruang pemahaman masyarakat, lembaga tertentu dan yang kedua kehatian-hatian kejelasan alur penyaluran bantuan dari pihak pemberi bantuan atau pemerintah,” paparnya.
Pada intinya, tambah dia, sangat menyayangkan dan prihatin, fenomena pemotongan ini tidak terjadi lagi di Kabupaten Tasikmalaya. (dik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: