Demonstrasi Mahasiswa 11 April 2022 Merespons Kondisi Bangsa Saat Ini, Pengamat: Bukan Makar
Editor:
usep saeffulloh|
Senin 11-04-2022,08:00 WIB
Radartasik.com, Demonstrasi mahasiswa 11 April 2022 diyakini murni gerakan mahasiswa merespons kondisi bangsa dan keresahan publik.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Adi Prayitno menyarankan
pemerintah tidak perlu reaktif berlebihan menanggapi
demonstrasi mahasiswa 11 April 2022.
Adi Prayitno menilai aksi
demonstrasi mahasiswa 11 April 2022 bukan bermotif penggulingan kekuasaan apalagi makar.
Khusus untuk
Presiden Jokowi,
Adi Prayitno berharap mampu memenuhi tuntutan BEM dengan implementasi kerja demi keinginan rakyat yang begitu sederhana.
”Idealnya, Presiden mampu memenuhi tuntutan mahasiswa yang begitu beragam, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar
Adi Prayitno, Senin 11 April 2022.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini menambahkan, beberapa polemik yang mendera seperti tingginya harga minyak goreng bukan persoalan remeh-temeh.
Terlebih, munculnya dugaan mafia yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah.
Nahasnya lagi, kelangkaan ini memendam kepiluan dengan meninggalnya seorang ibu bernama Sandra (41) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim).
Ibu 5 anak itu meninggal dunia saat antre minyak goreng karena letih menunggu panjangnya antrean.
Begitu pula dengan Rita Riyani (49) seorang ibu rumah tangga warga Kota Samarinda, Kaltim.
Rita Riyani wafat setelah mengantre berjam-jam di pusat grosir untuk mendapatkan minyak goreng demi kebutuhan dapurnya.
”Ini harus bisa diungkap. Presiden diharapkan mampu menormalkan harga dan lebih terjangkau,” ujar
Adi Prayitno kepada
Disway.id.
Melihat dan mengamati kecenderungan aksi BEM, Adi menilai aksi ini murni
gerakan mahasiswa sebagai bentuk respon atas situasi sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang belakangan.
Ini dapat dilihat dari masifnya gerakan di berbagai daerah dengan isunya hampir serupa.
”Jikapun ada pihak tertentu yang memobilisasi gerakan ini, saya kira tak soal, toh isunya memang objektif terkait kekisruhan politik dan ekonomi saat ini,” papar Adi menanggapi pointer dari tuntutan BEM.
Rentetan isu yang diangut BEM dari minyak goreng, kelangkaan solar, dan tentang jabatan presiden 3 periode adalah realita.
Terpenting, kata
Adi Prayitno,
gerakan mahasiswa fokus pada tujuan utama, jangan sampai disusupi provokator yang justru mebelokkan idealisme mahasiswa.
”Yang salah itu kalau
gerakan mahasiswa ditunggangi untuk kepentingan politik elektoral kelompok tertentu. Dan yang penting, demonya sesuai koridor hukum, jangan anarkis hingga menimbulkan chaos,” jelas .
Soal wacana jabatan presiden 3 periode yang digulirkan orang dekat Istana,
Adi Prayitno berpendapat, presiden harus berani mengancam menterinya yang terus aktif bergerilya memobilisasi dukungan.
Presiden Jokowi perlu menegur 3 partai yang aktif mengampanyekan perpanjangan masa jabatan presiden hingga penundaan Pemilu 2024. ”Terang saja, ini sangat merugikan Jokowi,” imbuhnya.
Menjalarnya isu tersebut, menurut
Adi Prayitno, karena memunculkan kesan adanya pembiaran.
Apapun judulnya, meski partai punya independensi, tapi 3 partai tersebut adalah partai koalisional pendukung
pemerintah yang secara langsung bisa ditertibkan.
”Tak elok rasanya hidup bernegara. Satu sisi presiden nolak penundaan pemilu, tapi pada saat bersamaan 3 partai pendukung Jokowi terus berkeliaran mencari dukungan penundaan pemilu. Lucu jadinya,” tukas
Adi Prayitno.
Manuver yang dimainkan orang-orang dekat
Presiden Jokowi bentuk nyata peristiwa politik maha aneh.
”Terlepas itu setting-an, by design atau kebetulan, tapi pernyataan dukungan penundaan pemilu disambut kembali oleh Apdesi di Istora Senayan Jakarta,” ungkap
Adi Prayitno.
Momen itu seperti ditunggu oleh mereka yang menggerakan wacana itu. Parahnya, Apdepsi menyambut kode itu dengan rapi, meski pada akhirinya tersudut.
”Kesempatan yang menguntungkan bagi penggagas, tapi menyudutkan Jokowi secara citra politik. Mainnya kurang cantik,” timpal
Adi Prayitno.
Jikapun ada pengondisian, Apdepsi untuk dukungan jabatan presiden, minimal dilakukan di berbagai daerah yang terlihat secara alami. Bukan dikumpulkan di Jakarta, lalu deklarasi dukung penundaan pemilu.
”Publik melihatnya ada pengondisian soal dukungan Adepsi itu. Tapi kurang cantik mainnya. Keburu ketahuan publik skenarionya,” kata Adi Prayino yang dipertegas dalam pesan
WhatsApp-nya.
Wantimpres Bukan di Belakang Presiden, Tapi di Samping
Diplomasi terkait keamanan dan kondisi bangsa tidak lepas dari keruhnya suasana politik saat ini.
Wacana 3 Periode dan perpanjangan masa jabatan hanya sampiran atau jembatan untuk merduksi kekuatan
Presiden Jokowi.
Terlepas dari itu, kekuasaan eksekutif yang akan ditinggalkan
Presiden Jokowi pada 2024 mendatang, menarik banyak pihak untuk berebut mencari peluang.
Dengan cara memainkan narasi hingga memantik gerakan masa. Salah satunya aksi 11 April BEM nanti.
”Di luar konteks itu, ada kerentanan dan gap yang mulai lebar dari sisi komunikasi dengan mahasiswa, masyarakat, dan kelompok-kelompok kritis saat ini,” kata Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie kepada Disway.id.
Presiden Jokowi asik dengan dunianya dan hanya mendengar pembisik dari satu sisi. Ini yang saya amati,” ujar Jerry Massie.
Pada kondisi demikan, sambung Jerry Massie, muncul kesempatan yang dapat dimainkan oleh partai politik, termasuk individu yang coba-coba mendegradasi kekuatan
Presiden Jokowi.
”Soal ada musuh di luar itu biasa. Musuh di dalam juga biasa. Tidak ada teman sejati meski satu meja makan dalam politik. Ini yang harusnya Jokowi sadar. Pembisiknya itu lho, bikin ga tahan,” tutur Jerry Massie.
Melihat agenda 11 April yang dibawa oleh BEM seluruh Indonesia, publik dipertontonkan dengan kehadiran Watimpres Wiranto. Menurut Jerry Massie ini sedikit terlambat.
”Harusnya Wiranto dilibatkan dalam keputusan-keputusan strategis,” ujar Jerry Massie.
“Memang saya nilai Wiranto jarang dilibatkan, hanya suasana genting saja beliau muncul. Ini tidak baik, peran Watimpres itu ada di samping Presiden bukan di belakang,” imbuhnya.
Presiden Jokowi, lanjut dia, jarang melibatkan Wantipimres. Terkesan terhanya mau mendengar apa yang dikatakan satu dua orang saja di jajaran Kabinet Indonesia Maju.
”Kita tahulah siapa mereka. Salah satunya Luhut Binsar Pandjaitan, yang sebetulnya mendegradasi citra
Presiden Jokowi. Bahas kasarnya mau membawa ke jurang,” tandas Jerry Massie.
Wiranto, sambung dia, sosok yang memiliki pengalaman lengkap. Ia cukup paham dengan kondisi bangsa.
”Ingat beliau pernah menjadi Panglima TNI lho. Saat-saat genting 98 era Soeharto dia punya peran di situ,” imbuhnya.
Wiranto trampil sebagai mediator antara
pemerintah khususnya
Presiden Jokowi dan mahasiswa.
”Peran Wiranto bisa dilibatkan kembali. Sekali lagi beliau terlatih dan cakap,” kata dia.
Soal aksi 11 April, Jerry melihat akan ada kelompok buruh dan civil society bergabung.
Aksi ini bukan saja pada persolan penundaan pemilu, penambahan masa jabatan presiden tapi kenaikan harga sembako, langkanya minyak goreng dan kedelai serta naiknya BBM.
”Ini semua tuntutan mahasiswa terhadap Jokowi. Seharusnya jika cepat diantisipasi dengan mengganti menteri pembuat gaduh maka saya kira tak akan terjadi demo besar-besaran,” desak Jerry Massie
Mahasiswa sampai kaum buruh bahkan kelompok marjinal sudah terlanjur ”sakit hati” dengan perlakuan selama ini.
”Ini akibat para pembantu Presiden tak peka dengan keinginan dan kebutuhan publik,” kata Jerry Massie.
Jadi, demo tanggal 11 April ini bisa berdampak buruk baik ekonomi dan keamanan negara.
”Saya kira ini akan menggangu kegiatan-kegiatan internasional seperti G20 di Bali. Tapi di luar itu, saya salut dengan tindakan dan gaya komunikasi Jenderal (Purn) Wiranto, dia lebih ke touching heart bahasa permohonan yang keluar dari hati nurani bukan bahasa politis,” ujar Jerry Massie.
(disway)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: