Jelang Ramadhan Harga Pertamax Malah Akan Naik, Pengusaha Sebut Momennya Tidak Tepat

Jelang Ramadhan Harga Pertamax Malah Akan Naik, Pengusaha Sebut Momennya Tidak Tepat

Radartasik.com, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menyayangkan polemik BBM, harga Pertamax mau naik, muncul saat pengusaha bersiap menyambut peak season Ramadhan


”Menurut saya nggak tepat momennya. Kita mau masuk Ramadan di mana kita akan masuk ke peak season. Dampaknya nanti ke harga barang dan komoditas yang diterima konsumen. Kasihan, hajat orang banyak,” papar Mahendra.

Mahendra menegaskan, komponen harga BBM mengambil porsi 50—60 persen pada pengoperasian jasa angkutan transportasi. Karena itu, jika biaya transportasi naik, harga komoditas atau produk yang akan diterima konsumen juga ikut naik. 

”Padahal, kita sedang bertumpu pada optimisme pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5 persen tahun ini,” bebernya.

Mahendra berharap BBM jenis biosolar dan pertalite tidak ikut harga keekonomian. Sebab, dua jenis BBM tersebut sangat vital untuk kebutuhan angkutan transportasi. 

”Kita pengusaha di momen ini tidak hanya sedang mempersiapkan gaji bulanan, tapi juga THR. Jadi, hal ini sangat sensitif,” ungkapnya.

Sebelumnya, Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, harga pertamax harus dinaikkan. Itu bertujuan untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina. 

”Hari ini BBM pertamax belum mengikuti mekanisme pasar. Jadi, dukungan kepada (kenaikan harga) itu perlu,” ujar Nicke Senin (28/3/2022).


Pertalite Jadi BBM Penugasan


Sejalan dengan itu, pemerintah telah menetapkan pertalite (RON 90) menjadi BBM khusus penugasan (JBKP) untuk menggantikan premium (RON 88).

Dengan peralihan status menjadi JBKP atau BBM penugasan, BBM tersebut didistribusikan di wilayah penugasan. Berdasar Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022, wilayah penugasan penyediaan dan pendistribusian JBKP meliputi seluruh wilayah NKRI.

Head of Center Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P.G. Talattov mengapresiasi kebijakan extraordinary atau darurat pemerintah yang sifatnya sementara dengan menetapkan pertalite sebagai JBKP.

Kebijakan itu membuat Pertamina tidak perlu menaikkan harga jual BBM RON 90 tersebut. Sebab, ada kompensasi atas selisih antara harga jual formula (HJF) dan harga jual eceran (HJE) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Abra menilai, APBN masih memiliki ruang fiskal yang cukup untuk memberikan tambahan kompensasi. Sebab, dalam simulasi sensitivitas APBN 2022 pada nota keuangan 2022, setiap kenaikan harga ICP USD 1 per barel akan menambah pendapatan negara Rp 3 triliun. 

Lalu, di sisi belanja negara ada tambahan Rp 2,6 triliun. Namun, secara net masih ada potensi surplus Rp 400 miliar.

Dengan skenario ICP USD 100 per barel, ada potensi tambahan pendapatan negara Rp 111 triliun dan tambahan belanja Rp 96,2 triliun. Dengan begitu, secara net terdapat surplus Rp 14,8 triliun. Bahkan, dengan ICP Maret yang sudah mencapai USD 114,6 per barel dan harga minyak mentah dunia yang menembus USD 120 per barel, potensi windfall profit tax dari sektor migas juga semakin besar.

”Dengan skenario rata-rata ICP 2022 sebesar USD 120 per barel, ada potensi tambahan pendapatan negara Rp 171 triliun dan tambahan belanja Rp 148,2 triliun. Sehingga secara net ada potensi surplus Rp 22,8 triliun,” jelas lulusan Universitas Diponegoro itu.

DPR Bersuara

Dari legislatif, anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyebutkan, penetapan pertalite sebagai BBM dalam penugasan memang penting. Dengan begitu, masyarakat tidak khawatir terjadi kenaikan harga. Seiring kenaikan harga migas dunia yang dipicu perang Rusia-Ukraina.

Selain itu, Pertamina akan tenang. Sebab, dengan status pertalite sebagai BBM dalam penugasan, berarti ada jaminan pemerintah atas kompensasi selisih harga keekonomian dengan harga jual. 

”Penetapan ini sejalan dengan Perpres Nomor 117 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM tertanggal 31 Desember 2021 yang mengompensasi 50 persen BBM pertalite,” terang Mulyanto.

Politikus PKS tersebut juga mendesak pemerintah segera mendistribusikan pertalite ke seluruh wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup. Jangan sampai timbul kelangkaan.

Terkait dengan APBN, kenaikan harga migas dunia diikuti meningkatnya penerimaan ekspor negara. Terutama dari kenaikan harga komoditas batu bara, minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO), tembaga, dan nikel. ”Ini soal bagaimana mengelola isi kantong kiri dan kantong kanan,” kata Mulyanto.

Meski begitu, pihaknya tidak setuju atas kenaikan harga pertamax. Menurut dia, Komisi VII DPR tidak pernah membahas soal kenaikan harga pertamax

”Dalam FGD, Pertamina pernah mengangkat masalah itu, tapi secara umum disikapi dingin oleh anggota yang hadir,” terangnya.

Mulyanto meminta pemerintah konsisten dalam mengambil kebijakan terkait dengan harga BBM dalam negeri. Sudah seharusnya kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih karena diterpa pandemi Covid-19.

Menurut dia, konsistensi sangat penting agar kebijakan pemerintah mudah dipahami dan mendapat dukungan publik. Contohnya, terkait dengan harga pertamax

”Di awal-awal pandemi saat harga migas dunia anjlok pada titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga pertamax,” ungkapnya.

Sekarang, saat harga migas naik, pemerintah segera mewacanakan untuk menaikkan harga pertamax

”Ini kan tidak konsisten. Masyarakat pada posisi yang tidak diuntungkan,” terangnya. 

Akibatnya, masyarakat tidak dapat membedakan mana BBM jenis umum, BBM khusus penugasan, dan BBM bersubsidi. Sebab, semua harga BBM diatur pemerintah.

Ke depan, kata dia, pemerintah harus konsisten mengenai kebijakan BBM jenis umum yang harganya bergerak sesuai dengan mekanisme pasar. Biarlah pasar yang menentukan harga itu melalui kompetisi yang adil antara Pertamina dan swasta sehingga terbentuk harga yang fair.

Selain itu, kenaikan pertamax secara langsung akan menekan pertalite karena dapat diperkirakan pengguna pertamax beralih ke pertalite. Sebab, selisih harga yang cukup lebar antara pertamax dan pertalite akan mendorong terjadinya hal tersebut.

Seharusnya pemerintah segera membayar dana kompensasi bagi Pertamina yang selama ini tertunggak Rp 100 triliun. ”Ini cara yang elegan untuk menyehatkan Pertamina,” tandas Mulyanto. (jp)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: