24 WNI Pilih Bertahan di Ukraina, di Saat yang Sama Pasukan Rusia Konvoi Sepanjang 65 Km

 24 WNI Pilih Bertahan di Ukraina, di Saat yang Sama Pasukan Rusia Konvoi Sepanjang 65 Km

Radartasik.com, Sebanyak 24 warga negara Indonesia (WNI) memilih bertahan di Ukraina, sedangkan 99 orang sudah dievakuasi ke tempat aman (safe house).



Menurut Kementerian Luar Negeri, 99 WNI dievakuasi dari Ukraina ke tempat yang aman di Polandia dan Rumania. 


Saat ini, masih ada 4 WNI di Kharkiv dan 9 WNI di utara Ukraina. Kemenlu masih mengalami kendala dalam mengevakuasi 13 WNI tersebut sebab pertempuran militer Rusia masih berlangsung, sehingga pihak berwenang masih berupaya menjalin komunikasi dengan pihak terkait.

“Mereka belum dapat dievakuasi mengingat pertempuran darat terus terjadi. Kami terus komunikasi. Mereka sehat dan memiliki pasokan logistik yang cukup. Pemerintah tetap menunggu saat tepat untuk evakuasi,” tegas Menlu Retno Marsudi secara virtual, Selasa (1/3/2022).

Total sudah ada 99 WNI yang dievakuasi. Dalam evakuasi kedua menuju Polandia, 1 WNI terbukti positif Covid-19 dalam pemeriksaan.

“Satu WNI dites positif Covid-19 dan sudah ditangani,” kata Menlu Retno.

Meski begitu, ternyata masih ada 24 WNI yang memilih untuk bertahan di Ukraina. Alasannya adalah keluarga. Mereka menikah dengan warga Ukraina.


“Terdapat 24 WNI memilih tetap tinggal di sana. Alasan keluarga. Mereka menikah dengan warga Ukraina,” tambah Menlu Retno.


Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menegaskan baik Rusia maupun Ukraina adalah sahabat Indonesia. 


Keduanya memiliki hubungan bilateral yang baik termasuk dalam konteks hubungan perdagangan investasi dan lainnya.


“Kita menyadari indonesia dan kedua negara telah membangun hubungan bersejarah. Dengan Ukraina kita telah membangun persahabatan, apabila terjadi konflik pengaruhnya tidak hanya dirasakan di kawasan negara tersebut, di kawasan Eropa, tetapi dirasakan di kawasan lainnya, kita akan terdampak dalam konteks aliran perdagangan misalnya, aliran pergerakan manusia dari wilayah Eropa ke wilayah kita,” kata Faizasyah.

Menurutnya, Presiden Jokwi dan Menlu Retno Marsudi telah mengeluarkan imbauan bahwa di saat pandemi dan kontraksi perekonomian, semestinya tak ada permasalahan dalam skala global karena akan mempersulit pemulihan ekonomi.



Rusia Terus Tambah Pasukan



Di saat yang sama, Rusia tak ingin pulang dengan membawa kekalahan. Mereka mengirim lebih banyak pasukan untuk mengepung Kharkiv dan Kiev. 

Selasa (1/3/2022), konvoi pasukan Rusia sepanjang 65 kilometer tampak menuju ibu kota Ukraina, Kiev. Ledakan besar juga menghancurkan gedung pemerintahan di Kharkiv.

Setidaknya sembilan warga sipil tewas dalam serangan di Kharkiv. Tiga orang di antaranya adalah anak-anak. Selain itu, 37 orang lainnya mengalami luka-luka. 

Artileri Rusia juga menghantam pangkalan militer di Okhtyrka. Lebih dari 70 tentara Ukraina tewas dalam serangan tersebut. Okhtyrka terletak di antara Kharkiv dan Kiev. Tentara Rusia juga mengepung Kota Kherson di wilayah selatan Ukraina.

Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan, pasukannya bersiap meluncurkan serangan presisi tinggi ke Badan Keamanan Ukraina (SBU) serta Pusat Informasi dan Operasi Psikologis (PS) ke-72 di Kiev. 

“Kami mendesak warga Ukraina yang terlibat dengan nasionalis Ukraina untuk memprovokasi Rusia dan penduduk Kiev yang tinggal di dekat stasiun pemancar agar segera meninggalkan rumahnya,” bunyi pernyataan yang dirilis kemarin petang seperti yang dikutip TASS.

Situasi yang memanas membuat pemerintah Italia memindahkan kedutaan besarnya dari Kiev ke Lviv di dekat Polandia. Beberapa negara lain lebih dulu melakukannya. 


Rusia memang sudah gelap mata. Sudah tak terhitung permukiman penduduk yang menjadi korban serangan dan akhirnya jatuh korban.

Sehari sebelumnya mereka menjatuhkan bom klaster di preschool atau kelompok bermain (KB) di Kota Okhtyrka. Penggunaan bom klaster sudah lama dilarang. 


Ketika jatuh, bom itu membuat senjata kecil-kecil yang bertebaran dan bisa memakan banyak korban. Bom klaster tersebut dulu kerap digunakan pasukan Presiden Syria Bashar Al Assad untuk menyerang pemberontak. (jp)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: