Kata Epidemiolog Jangan Samakan Flu dengan Covid-19, Berikut Ini Perbedaannya
Reporter:
Usep Saeffulloh|
Sabtu 05-02-2022,19:00 WIB
Radartasik.com, Masyarakat diimbau untuk menyamakan flu dengan Covid-19. Termasuk menganggap remeh gejala yang ditimbulkan oleh virus Omicron.
“Saya sebagai dokter juga dulu pernah di program HIV/AIDS. Gejalanya sama seperti Covid juga di awal. Tapi apakah itu
flu? Kan bukan. Sama,
Covid-19 itu bukan
flu dan
Covid-19 tidak akan pernah menjadi seperti
flu,” kata
Epidemiolog Griffith University Australia
Dicky Budiman, Sabtu (5/2/2022).
Menurut Dicky, dari sisi penularan, gejala
Covid-19 sebagian besar mirip seperti
flu biasa, yakni terjadinya batuk, pilek bahkan demam. Namun, terdapat perbedaan di mana pasien yang positif terinfeksi mengalami gangguan penciuman meskipun pada
Omicron tak banyak terjadi. Bahkan memiliki daya tular yang sangat cepat sehingga
Covid-19 tidak akan pernah menjadi seperti
flu pada umumnya.
“Gejala seperti flunya memang ada. Tapi ini bukan penyakit
flu. Perlu diketahui bahwa semua penyakit virus yang parah ini ya seperti
flu ada namanya
flu like illness,” katanya.
Dicky menegaskan apapun varian yang ada pada
Covid-19, tidak dapat menular dengan sendirinya, selain ditularkan dari orang yang terinfeksi. Apabila masyarakat abai dan tidak membatasi diri, maka interaksi sosial menjadi tidak terkendali dan berisiko meningkatkan kasus orang yang terpapar di Tanah Air.
Sebab,
Covid-19, kata dia, dapat memberikan dampak jangka panjang yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat Indonesia menjadi menurun. Bila terus berlanjut, pandemi akan menjadi beban dalam perekonomian negara karena adanya potensi long Covid.
Akibatnya, banyak aktivitas dalam masyarakat terpaksa harus diberhentikan, membuka peluang varian baru yang mungkin memiliki sifat lebih ganas muncul kembali dan meningkatkan jumlah orang yang meninggal dunia.
Dicky turut menambahkan, adanya orang yang bergejala ringan sampai tidak bergejala dapat terjadi bukan karena
Covid-19 melemah, tetapi karena vaksinasi yang sudah diperluas sampai pada daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.
Terlebih dengan adanya pemberian vaksin booster yang dapat meringankan potensi keparahan tujuh kali lebih rendah dibanding orang yang belum divaksinasi.
Meski demikian, semua pihak tidak bisa hanya bergantung pada vaksinasi saja. Adanya upaya menjaga diri melalui penerapan protokol kesehatan juga harus lebih diperkuat supaya jumlah orang yang terinfeksi dapat ditekan.
Disiplin protokol kesehatan itu dapat dilakukan melalui memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir serta menjaga jarak satu sampai dua meter terhadap sesama. Masyarakat juga diimbau untuk menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas yang tidak diperlukan.
Dicky turut menegaskan bahwa masyarakat harus membiasakan diri memahami kondisi tidak hanya melalui media sosial, tetapi juga melalui informasi yang bersumber dari para ahli dan didasari oleh ilmu sains.
Diharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh teori konspirasi atau hoaks yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
“Caranya masih sama di setiap negara, makanya harus diperkuat. Jangan dianggap
Omicron sebagai upaya untuk mengimunisasikan. Itu salah kaprah dan berbahaya. Itu tidak etis dan harus diluruskan,” tegas Dicky.
(jp)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: