MK Putuskan Mantan Napi Narkotika, Judi, hingga Asusila Boleh Mudah Maju Pilkada
Radartasik, JAKARTA –Mahkamah Konstitusi memutuskan mengoreksi aturan Pasal 7 ayat 2 UU Pilkada terkait syarat calon tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Atas putusan Nomor 2/PUU-XX/2022 yang diketok palu MK pada Selasa (31/05/2022) kemarin tersebut, maka syarat maju sebagai calon kepala daerah kian longgar.
Dalam lampiran penjelasan putusan MK tersebut disebutkan bahwa perbuatan tercela itu di antaranya pelaku judi, mabuk, pemakai dan pengedar narkotika, berzina, hingga perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.
Sebelumnya perkara itu diajukan oleh Hardizal, eks bakal calon wakil wali kota Sungai Penuh yang kala itu berstatus mantan terpidana kasus narkotika.
Gara-gara statusnya sebagai mantan napi kasus narkoba tersebut ia gagal maju Pilkada 2020. Pasalnya empat partai yang sempat mendukungnya mengalihkan dukungan ke calon lain yang tidak terkena kasus narkoba.
Dalam putusannya, hakim MK menyebut norma pasal terkait perbuatan tercela tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Yakni, bagi seseorang yang telah mendapat putusan dan tuntas menjalani masa pidana.
BACA JUGA:Alhamdulillah, 10 Hari Ini Pandemi Covid-19 di Kota Tasikmalaya 0 Kasus
”Serta jujur atau terbuka mengumumkan latar belakang dirinya sebagai mantan terpidana,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.
Dengan demikian, selama telah menyelesaikan masa kurungan dan bersedia mengumumkan riwayatnya secara terbuka, maka yang bersangkutan bisa menjadi calon kepala daerah.
Selain itu dalam pertimbangannya, Hakim MK Suhartoyo menjelaskan, MK juga sebelumnya pernah mengeluarkan putusan Nomor 56/PUU-XVIII/2019. Saat itu MK memberikan kesempatan bagi terpidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara untuk kembali ikut kontestasi politik.
Nah, jika yang mendapat hukuman lebih berat saja masih diberi kesempatan, maka MK menilai terpidana perbuatan tercela yang relatif ringan semestinya juga diperbolehkan. Pasalnya jika tetap dilarang maka akan timbul disparitas perspektif keadilan hukum.
”Dengan demikian, untuk memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan, tidak ada pilihan bagi mahkamah selain memberi kesempatan yang sama,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: