Rekor Kasus Terus Pecah, Anak-Anak Masuk Kelompok Rentan Terpapar Omicron, Epidemiolog: Mitigasi Harus Kuat
Reporter:
usep saeffulloh|
Selasa 01-02-2022,09:30 WIB
Radartasik.com, Penyebaran varian Omicron sangat cepat. Itu juga memicu kasus Covid-19 di Indonesia yang selalu memecahkan rekor dari angka kasus sehari sebelumnya. Pada Minggu (30/1/2022), kasus baru mencapai 12 ribu orang sehari.
Jumlah kasus aktif
Covid-19 juga lebih dari 60 ribu orang yang membutuhkan perawatan. Ini menjadi bukti bahwa varian
Omicron memicu gelombang ketiga
Covid-19 di tanah air.
Dicky menegaskan jika satu varian sudah masuk dalam kategori VOC, maka akan menyebabkan gelombang infeksi di banyak negara. Padahal
Omicron baru 10 pekan ditetapkan oleh
WHO sebagai VOC, tetapi kekuatannya sudah begitu menyebar ke 140 negara di dunia.
“Ingat
Omicron ini kurang lebih 10 pekan lalu baru dijadikan VOC, tapi dampaknya luar biasa, sudah 140 negara dan selalu pecah
rekor,” ujarnya.
Omicron telah menyebabkan gelombang infeksi di berbagai negara. Potensinya menjadi serupa atau mendekati gelombang Delta itu tetap ada.
“Walaupun itu potensinya moderat,” kata Dicky.
Tiga Jenis Gelombang Infeksi di Berbagai Negara
Dicky mencatat ada beberapa jenis gelombang yang dihadapi oleh sejumlah negara dalam menghadapi Omicron. Pertama, negara dengan gelombang yang tenang tetapi tidak lebih buruk daripada varian Delta. Contohnya adalah Afrika Selatan
“Afrika Selatan gelombang infeksinya tenang, tak lebih buruk dari Delta, tapi tetap ada kematian,” kata Dicky.
Kedua, yakni kelompok negara yang menghadapi gelombang infeksi terparah dan hampir sama saat menghadapi varian Delta. Salah satu contohnya adalah Inggris dan Amerika Serikat.
Dia menjelaskan, di AS, kasus akibat
Omicron hampir sama dengan Delta. Infeksi jutaan, dan kematian 3 ribu terinfeksi. Ini dikarenakan selama kelompok rawan (belum memiliki imunitas atau belum divaksin) masih banyak, maka risiko tetap ada.
“Kita di
Indonesia juga sama seperti AS, masih banyak masyarakat yang belum divaksin lengkap. Makanya jangan terlalu
overconfidence, tak boleh abai,” katanya.
Ketiga, ada negara yang sebetulnya ketika menghadapi varian Delta mampu untuk menghadang lonjakan kasus. Akan tetapi begitu ketika menghadapi
Omicron malah jauh lebih buruk gelombangnya. Contohnya adalah Australia.
Saat menghadapi Delta, Australia bisa lockdown sebentar dan berhasil, paling lama sebulan. Tapi ketika
Omicron terjadi, kematian tiap hari rata-rata 10 jiwa.
“Dan pertama kali kematian terjadi pada anak terjadi. Cakupan vaksinasinya padahal sudah hampir 100 persen. Kasus baru sehari bisa 10 ribu orang rata-rata,” imbuhnya.
Menurut Dicky, situasi saat ini menjadi pesan bahwa kasus yang terlapor 12 ribu sehari di
Indonesia hanyalah puncak gunung es yang terlihat. Ia yakin jika kapasitas testing
Indonesia melebihi atau optimal, maka kasus di masyarakat jauh lebih tinggi atau lebih banyak.
“Jadi, ini memberi pesan bahwa 3T itu penting.
Indonesia melaporkan hanya 12 ribu atau 20 ribu sekalipun, itu puncak gunung es. Kita harus sadari. Ini hitungan sangat rasional,” tegasnya.
Hal itu karena secara karakteristiknya, pertumbuhan
Omicron begitu cepat penularannya. Masa inkubasinya singkat dan bisa berlipat ganda dalam 2-3 hari.
“Dan tak usah aneh, karena 90 persen orang kena
Omicron itu gejala ringan atau sedang. Ini yang membuat, orang tak aware,” katanya.
Menurutnya, literasi dan kesadaran masyarakat masih sangat harus ditingkatkan. Survei BPS menyebutkan, masyarakat
Indonesia ketika jatuh sakit, kerap mengobati dirinya sendiri.
“Jika testing atau 3T juga tak masif dan agresif, ini artinya kita menyimpan bahaya. Jika tak ada mitigasi kuat, ini akan mengarah pada kelompok risiko tinggi, lansia, komorbid, dan anak. Mereka bisa dirawat hingga meninggal, itu bisa terjadi,” tutup Dicky. (jp)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: