UPK Tolak Jadi BUMDes, Gelar Unjuk Rasa di Jakarta Minta Pasal 73 Dihapuskan

UPK Tolak Jadi BUMDes, Gelar Unjuk Rasa di Jakarta Minta Pasal 73 Dihapuskan

RADARTASIK, TASIKMALAYA - Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) Kabupaten Tasikmalaya meminta pemerintah pusat menghapus Pasal 73 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2021 tentang BUMDes, yang mewajibkan transformasi UPK DAPM menjadi BUMDes Bersama. 

Hal tersebut disampaikan kembali oleh pengurus UPK DAPM Kabupaten Tasikmalaya yang sebelumnya pada Senin (23/5) lalu bersama 156 orang perwakilan dari 23 kecamatan aksi damai di Silang Monas, Jakarta. 

Ketua Asosiasi UPK DAPM Kabupaten Tasikmalaya Asep Septuna mengungkapkan, aksi di Jakarta tersebut pada intinya meminta pemerintah pusat menghapus Pasal 73 PP Nomor 11 tahun 2021. 

“Kami perwakilan dari 23 kecamatan sebanyak 156 orang terdiri dari DPP, badan pengawas, UPK dan kelompok pemanfaat dana perguliran aksi ke Kilang Monas dan aksi kami diterima Deputi II dan IV kantor Staf Kepresidenan,” terang Asep kepada Radar, kemarin.

BACA JUGA: Ini Sosok Putra Ridwan Kamil, Eril di Mata Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum

Dia menyebutkan, pada intinya, khususnya UPK DAPM Tasikmalaya, ingin meluruskan terkait kebijakan pemerintah pusat yang keliru. Karena bunyi pasal 73 itu, berdiri sendiri, jadi tidak nyambung dengan pasal-pasal sebelumnya dan itu adanya di bab lainnya. 

Kemudian, lanjut dia, jika landasan Undang-Undang Desa dan Cipta Kerja, dalam keduanya itu tidak ada satu pasal maupun ayat yang membahas dan mengatur terkait eks PNPM. Makanya harus diluruskan. “Kenapa harus diluruskan, karena PP 11 ini dan turunannya Permendes Nomor 15 ini tidak memperhatikan regulasi sebelumnya. Terkait program PNPM. Di sana ada peraturan presiden, peraturan menteri keuangan, yang sudah jelas bahwa dana ini adalah dana hibah,” tegas dia.

Dia menyebutkan, pemerintah tidak konsisten. Karena sebelumnya tahun 2015 keluar Perpres Nomor 2 tahun 2015, yang mengharuskan pengelola eks PNPM itu memilih tiga badan hukum. “Tiba-tiba sekarang diwajibkan kita harus berbadan hukum BUMDes Bersama. Jadi tidak konsistennya di situ pemerintah ini. BUMDes ini kan badan hukum baru yang dilegalkan atas Undang-Undang Cipta Kerja, tetapi Undang-Undang Cipta Kerja ini kan masih dalam kondisi inkonstitusional,” kata dia.

BACA JUGA: Lansia Dapat Bantuan Rutilahu dari Kemensos

Maka dari itu, tambah dia, masih dalam perbaikan sebaiknya tidak tidak boleh ada regulasi yang cantolannya ke Undang-Undang Cipta Kerja. 

Sekjen UPK DAPM Kabupaten Tasikmalaya Dede Yana Juanda menambahkan, kesimpulannya badan hukum, kenapa yang sudah taat hukum menjalankan peraturan presiden nomor dua sudah berbadan hukum harus dibubarkan dan harus memilih badan hukum BUMDes Bersama. 

“Substansinya yang sudah berbadan hukum sudah, bagi yang belum boleh memilih harusnya regulasi itu bukan mewajibkan tetapi boleh berbadan hukum koperasi, PT, perkumpulan atau BUMDes Bersama harusnya seperti itu,” ujar dia. 

“Masa UPK yang sudah berbadan hukum itu kan sudah dilindungi, bagi yang memilih koperasi berarti dilindungi oleh Undang-Undang Koperasi, yang perseroan berarti Undang-Undang Perseroan dan ormas perkumpulan undang ormas,” jelasnya. 

Dia menambahkan, ada peraturan pemerintah kemudian turunannya Permendes Nomor 15 yang mengharuskan UPK DAPM membubarkan diri. “Proses pembubaran itu diatur dalam undang-undang masing-masing. Masa kita harus tunduk kepada Peraturan Menteri. Nah itulah kesimpulannya,” tambah dia. (dik) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: