Rusia Anggap Proposal Perdamaian Yang Diajukan Italia Tidak Layak

Rusia Anggap Proposal Perdamaian Yang Diajukan Italia Tidak Layak

Radartasik, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov mengatakan proposal perdamaian Ukraina yang diajukan pemerintah Italia tidak bisa menjadi solusi yang layak untuk krisis yang sedang berlangsung di Ukraina.

Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio telah aktif di media mempromosikan inisiatif empat poin perdamaian yang diajukan Italia.

Tapi tampaknya itu bukan terobosan potensial ungkap Lavrov. Faktanya Italia tidak akan secara resmi berbagi ide dengan Rusia: “Kami hanya membacanya,” jelas Menlu.

Moskow menilai proposal itu jelas karena kurangnya pemahaman penulis tentang apa yang sedang terjadi dan kurangnya pengetahuan mereka tentang subjek dan sejarah masalah ini.

Bagian yang paling mencolok dari proposal Italia karena membayangkan masa depan Krimea dan Donbass sebagai bagian otonom dari Ukraina.

BACA JUGA:Jatuhnya Kota Liman Karena 1 Pasukan Ukraina Harus Menghadapi 7 Prajurit Rusia

Rusia mengambil alih Krimea pada tahun 2014, setelah penduduk di kawasan itu memberikan suara dalam referendum yang menginginkan bergabung dengan Moscow.

Rusia juga mengakui bahwa Republik Donetsk dan Lugansk Rakyat sebagai negara merdeka beberapa hari sebelum melancarkan serangannya di Ukraina.

Diplomat itu menegaskan kembali bahwa Rusia menggunakan kekerasan terhadap Ukraina karena Kiev melanggar janji tertulisnya untuk mengintegrasikan kembali republik Donbass sebagai daerah otonom.

“Sebaliknya, dua pemerintah Ukraina berikutnya mengabaikan para pemimpin dan mendorong republik-republik yang memisahkan diri semakin menjauh dengan blokade perdagangan dan kebijakan diskriminatif,” tutur Lavrov.

Ia menambahkan, “Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky meludahi kewajiban internasional Ukraina serta konstitusinya, yang menjamin hak-hak penduduk berbahasa Rusia.”

Lavrov mengacu pada undang-undang dan peraturan Ukraina, yang menginginkan bahasa Rusia keluar dari banyak bidang kehidupan publik di Ukraina, seperti media, hiburan dan pendidikan.

Wilayah Donbass sebagian besar berbahasa Rusia. Mereka memberontak terhadap otoritas pasca-kudeta di Kiev.

Alasan pemberontakan karena langkah pertama yang Ukraina ambil adalah mencabut hak wilayah tersebut untuk menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi kedua.

Lavrov mengatakan bahwa di tengah aksi Rusia di Ukraina, militernya menemukan rencana Kiev untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap daerah-daerah yang memisahkan diri yang seharusnya dimulai pada awal Maret.

“Saya tidak ragu bahwa jika rencana ini berhasil, seluruh Barat akan menutup mata terhadap setiap pelanggaran oleh Kiev, sama seperti ketika mereka mengabaikan secara total terhadap perjanjian apa pun selama lima tahun sebelumnya,” pungkasnya dikutip dari Russian Today.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: russian today