Pandangan Pakar Soal Hukuman Kebiri Guru Bejat Hamili Belasan Santri

Pandangan Pakar Soal Hukuman Kebiri Guru Bejat Hamili Belasan Santri

Radartasik.com—Konsultan Lentera Anak Foundation Reza Indragiri Amriel menyatakan kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman. Melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic. Jadi, bukan menyakitkan kebiri justru pengobatan.

”Masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung dikebiri. Kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator. Itu jelas salah kaprah,” ucap Reza Indragiri Amriel.

”Kalau masyarakat mau predator dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak,” imbuh dia.

Lalu apakah kebiri therapeutic itu mujarab? Menurut Reza, kebiri semacam itu menekan risiko residivisme. Tapi kebiri yang manjur seperti itu adalah kebiri yang dilakukan berdasar permintaan pelaku sendiri. Bukan keputusan sepihak dari hakim yang mengabaikan kehendak si predator.

Kalau dia  dipaksa kebiri, lanjut dia, bersiaplah kelak menyambut dia sebagai predator mysoped. ”Pemangsa super buas, super ganas. Itulah dia nantinya,” terang Reza.

Lain hal, lanjut Reza, saat dia bertemu Emon (predator dari Sukabumi) sebelum dia dijebloskan ke penjara beberapa tahun silam. Dia punya dua cita-cita kelak setelah keluar dari penjara; menjadi penyanyi dangdut dan bikin pesantren.

”Mari kita tanya Kemenkumham, bagaimana proses rehabilitasi dan reintegrasi Emon? Kementerian ini luput dari tagihan masyarakat,” ujar Reza.

Dia menambahkan, masalah itu sebaiknya tak dilihat dari sisi pelaku-korban saja. Dalam kasus oknum guru bejat Herry Wirawan, misalnya, ada dua pertanyaan yang belum terjawab. Pertama, mengapa dia tidak meminta para santri mengaborsi janin mereka. Padahal, lazimnya, kriminal berusaha menghilangkan barang bukti. Kedua, apakah selama bertahun-tahun para santri tidak mengadu ke orang tua mereka.

”Alhasil, walau dari sisi hukum kita sebut peristiwa ini sebagai kejahatan seksual, tapi dari sisi psikologi dan sosiologi ada tanda tanya soal tata nilai dan pola relasi apa yang sesungguhnya terbangun antara pelaku, korban, dan keluarga mereka?” kata Reza yang juga pakar psikologi forensik itu. (jpg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: