AS dan Sekutu Berang, Taliban Eksekusi Pasukan Rezim Lama Afghanistan
Reporter:
tiko|
Senin 06-12-2021,22:00 WIB
Radartasik.com — Amerika Serikat dan sekutunya berang. Itu disebabkan laporan Human Rights Watch (HRW) menunjukkan bahwa Taliban kembali melanggar janji. Mereka mengeksekusi satu per satu pasukan keamanan pemerintahan Afghanistan terdahulu. Padahal sebelumnya, mereka berjanji bakal memberikan pengampunan.
''Kami sangat prihatin dengan laporan pembunuhan dan penghilangan paksa mantan anggota pasukan keamanan Afghanistan seperti yang didokumentasikan oleh HRW dan lembaga lainnya,'' bunyi pernyataan bersama AS, Uni Eropa (UE), dan 20 negara lainnya yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS.
Mereka menegaskan bahwa tindakan yang dituduhkan HRW itu adalah pelanggaran HAM berat. Hal tersebut juga berbeda dengan janji pemberian amnesti yang sebelumnya dipaparkan Taliban. AS dan sekutunya meminta agar penguasa baru Afghanistan itu menegakkan dan menjunjung tinggi komitmennya.
Kecaman itu bermula saat HRW merilis laporan bahwa ada lebih dari 100 eksekusi dan penculikan mantan pejabat Afghanistan sejak Taliban berkuasa sekitar empat bulan lalu. Mereka juga membuktikan adanya pembunuhan dan penghilangan paksa 47 personel. Misalnya, mantan anggota pasukan keamanan nasional Afghanistan, polisi, agen intelijen, dan personel militer lainnya. Di antara mereka, ada yang menyerahkan diri ataupun ditangkap Taliban pada medio 15 Agustus—31 Oktober.
HRW mengatakan bahwa para pemimpin Taliban mengarahkan pasukan keamanan yang menyerah untuk mendaftar kepada pihak berwenang. Alasannya, diperiksa terkait hubungan dengan unit militer atau pasukan khusus tertentu serta untuk menerima surat yang menjamin keselamatan mereka.
Namun, Taliban menggunakan pemeriksaan tersebut untuk menahan dan mengeksekusi mereka. Itu terjadi hanya beberapa hari setelah pendaftaran. Jasad mereka ditinggalkan begitu saja untuk ditemukan oleh kerabat atau komunitasnya.
AS dan sekutunya meminta agar laporan HRW itu segera diselidiki secara transparan. Mereka yang melakukan pembunuhan tersebut harus bertanggung jawab. Setiap langkah harus dipublikasikan dengan jelas agar hal serupa tidak terulang.
”Kami akan terus menilai Taliban berdasar tindakan mereka,'' bunyi pernyataan bersama itu seperti dikutip Agence France-Presse.
Manuver Taliban saat ini masih meresahkan. Kebijakan-kebijakan mereka membuat warga sipil diterpa ketakutan. Saat ini akses pendidikan untuk perempuan juga belum adil. Situasi ekonomi di negara tersebut karut-marut. Lebih dari separo penduduknya kini mengalami kelaparan ataupun malanutrisi akut.
Dilansir Al Jazeera, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkap bahwa beberapa negara anggota UE tengah mempertimbangkan untuk membuka misi diplomatik gabungan di Afghanistan. Namun, dia menegaskan bahwa itu bukan langkah memberikan pengakuan pada Taliban.
''Ini adalah langkah yang berbeda dari pengakuan atau dialog politik dengan Taliban. Kami akan memiliki perwakilan di sana segera setelah kami dapat membukanya,'' ujarnya. (jpg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: