Lima PNPM di Kabupaten Tasik Berubah Jadi Koperasi

Lima PNPM di Kabupaten Tasik Berubah Jadi Koperasi

radartasik.com, LEUWISARI - Dari sebanyak 39 Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) yang sebelumnya PNPM di Kabupaten Tasikmalaya, lima di antaranya sudah bertransformasi menjadi koperasi. Seperti Leuwisari, Singaparna, Mangunreja, Sukaraja dan Jamanis yang tergabung dalam Forum Komunikasi Koperasi DAPM Kabupaten Tasikmalaya.


Manager Koperasi UPK Leuwisari Nanang Ruhimat S Kom mengatakan, Koperasi UPK Leuwisari berdiri pada tanggal 16 Desember 2015 dan sudah berjalan mulai dari tahun 2016 hingga sekarang.

“Koperasi ini merupakan bentuk transformasi dari program sebelumnya, yaitu PNPM Mandiri Perdesaan yang berawal pada tahun 2009 sampai dengan 2014,” ujarnya kepada Radar, kemarin.

Nanang mengungkapkan, sehubungan dengan berakhirnya program PNPM-MPd tersebut, pemerintah pusat melalui Menkokesra menerbitkan surat edaran tentang pemilihan badan hukum bagi pengelola dana amanah pemberdayaan masyarakat yang dikelola di tingkat kecamatan oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM-MPd dengan tujuan melegalkan lembaga secara hukum dan DAPM tersebut akan terus lestari.

Pada awal berdirinya, kata dia, sebelum menjadi koperasi diberikan modal yang bersumber dari program PNPM Mandiri Perdesaan sebesar Rp 1.592.500.000 ditambah dana pengembangan perguliran sebesar Rp 1.311.921.883. Total Modal Awal sebesar Rp 2.904.421.883, dengan rincian dana di bank, piutang pinjaman, tanah gedung atau kantor, peralatan kantor.

“Untuk melebarkan sayap usahanya, koperasi ini dipandang perlu untuk melakukan perubahan anggaran dasar, yang pada awalnya UPK Leuwisari berjenis koperasi simpan pinjam, sekarang telah berubah menjadi koperasi konsumen dan telah mendapatkan akta pengesahan dari Kemenkumham,” ujar dia, menjelaskan.

Menurut dia, perbedaan antara PNPM dan koperasi, yaitu untuk PNPM kegiatan usahanya terbatas. Hanya menyalurkan pinjaman saja dan terganjal oleh badan hukum, karena bukan PT dan koperasi, sehingga hanya menggulirkan dana yang ada.

“Kalau di koperasi tentu legalitas hukum pengelolaan keuangan sesuai dengan ketentuan Kementerian Keuangan, selain itu produknya bisa lebih banyak bukan hanya pinjaman saja, namun bisa narik, simpanan, deposito, pembiayaan kendaraan bermotor dan bisa memiliki usaha perdagangan,” ucapnya.

Lanjut Nanang, sekarang kebetulan sedang membangun untuk apotek, jadi rupanya setelah dikoperasikan memang sirkulasi keuangan itu bisa lebih besar dan bisa berjalan muter. Kalau hanya mengandalkan perguliran uang, apalagi dalam kondisi seperti ini, tidak akan jalan dan cukup sulit ketika untuk bertahan di kondisi saat ini, apalagi kalau hanya mengandalkan satu sektor saja.

Namun, ujar dia, itu tidak mengubah terhadap ketentuan program yang dulu. Contohnya, dulu itu sifatnya kelompok, sekarang juga masih kelompok tanpa agunan dan keuntungannya pulang lagi. Sementara ketika dulu nasabah itu tidak menerima keuntungan lebih dari PNPM, jadi hanya sebatas minjam permodalan saja dan selebihnya tidak ada.

Namun, ketika di koperasikan anggota atau nasabah dapat, karena termasuk sebagai pemilik saham di koperasi. Dari keuntungan yang lainnya, semakin besar meminjam maka semakin besar menyimpan dan semakin besar SHU anggota. Sekarang koperasi bukan hanya pinjaman saja, namun juga ada simpanan bahkan untuk pinjamannya berkembang.

“Ada pinjaman perorangan yaitu dari kelompok yang sudah layak namun itu harus menggunakan agunan karena pinjamannya lebih besar dari yang lainnya. Untuk pinjaman kelompok rata-rata Rp 5-6 juta, bisa juga sampai Rp 10.000.000. Dari karakteristik laporan keuangan itu cukup berbeda, kalau misalkan koperasi itu punya standar akuntansi nasional, diaudit oleh akuntan publik dan juga ada dari pengawas,” kata dia, menjelaskan.

Lanjut dia, yang menjadi pembeda selanjutnya ditambah ketika PNPM dulu dana yang disalurkan ke desa itu hanya dana sosial saja. Sedangkan, setelah jadi koperasi itu ada namanya dana pembangunan wilayah kerja (PWK).

“Itu dianggarkan untuk tujuh desa di wilayah Kecamatan Leuwisari dari keuntungan 10 persen itu masuk ke PADes dan 15 persen untuk dana sosial. Jadi pertahunnya itu koperasi UPK Leuwisari mengeluarkan dana 25 persen setiap tahunnya,” kata dia.

Plt Kabid Koperasi pada Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Kabupaten Tasikmalaya Yana mengatakan, pihaknya akan mengecek dulu ke Kasi Kelembagaan terkait UPK yang bertransformasi menjadi koperasi.

Ketika ditanya UPK bisa bertransformasi ke koperasi, dia mengatakan bisa saja. Tapi melihat dulu aturannya terlebih dahulu, sebab aturan sekarang UU Cipta Kerja cukup banyak.

“Harus dilihat dulu, tapi sekarang untuk pendirian koperasi minimal harus ada sembilan anggota. Kalau dulu harus ada 20 anggota untuk mengajukan koperasi,” ucapnya. (obi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: