Ada pun ketika rekomendasi dari dinas teknis yang menjadi syarat terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah lengkap dan benar, pihaknya tinggal menerbitkan sesuai standar operasional prosedur (SOP) maksimal 14 hari.
“Kemudian aspek verifikasi teknis antara rekomendasi yang disarankan dinas teknis itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan, otomatis rekomendasi teknis itu tidak akan terbit dari dinas, dan itu akan menghambat proses penerbitan IMB karena dokumennya tidak lengkap,” tegas dia membeberkan.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Barat, atas Pengelolaan Keuangan Pemkot Tasikmalaya Tahun 2020. Tercatat dari 206 tower di Kota Resik terdapat 50 menara yang belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Penelaahan lebih lanjut itu diketahui dari dokumen rekap penerimaan pengendalian retribusi atas tower yang sudah diterbitkan SKRK-nya oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo).
Kondisi ini tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penataan, Pembangunan dan Pembangunan Bersama Menara Telekomunikasi.
Dimana pada Pasal 5 menyatakan pembangunan menara wajib memiliki IMB menara dari Wali Kota Tasikmalaya atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada Pasal 35 ayat 1 huruf a membangun menara tidak memiliki IMB menara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Kondisi tersebut juga, mengakibatkan kehilangan penerimaan atas denda keterlambatan sebesar Rp 506.880 dan potensi penerimaan atas denda keterlambatan retribusi pengendalian tower yang belum dikenakan minimal sebesar Rp 9.907.200.
“Ini merupakan kelemahan dari Diskominfo, dan itu diakui oleh dinas tersebut sesuai keterangan dan hasil audit yang tertuang pada LHP BPK Tahun 2020,” ujar Anggota Dewan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Barat Nandang Suherman kepada Radar, Minggu (7/11/2021).
Menurut dia, pendirian tower tersebut telak berpotensi kerugian negara berdasarkan rekomendasi dinas teknis yang sudah diterbitkan. Otomatis ada potensi pajak yang tidak masuk dan seharusnya menjadi kas daerah.
“Apabila dikalkulasikan itu ada sekitar Rp 75 jutaan lah pendapatan yang lost dari kondisi tersebut. Namun, pada hasil audit BPK dinas terkait ini berkomitmen untuk melakukan perbaikan ke depan agar bisa dioptimalkan,” katanya.
Nandang menyarankan Pemkot bisa menertibkan hal semacam itu sebagai optimalisasi potensi penghasilan asli daerah (PAD) yang belum terjaring. Lantaran tidak hanya retribusi dari penerbitan IMB, setiap tahun pun tower dipungut pajak yang bisa menambah keuangan daerah.
“Apalagi kalau mau lebih cerdas Pemkot-nya, seperti Batam. Tower-tower itu didirikan oleh BUMD dan disewakan ke provider. Pendirian lebih tertib, potensi pendapatan pun tidak hanya dari perusahaan telekomunikasi tetapi juga televisi digital, lebih terkendali dan tidak terjadi lost potensial, pendapatan justru mendapat potensi lain,” papar Pengajar Sekolah Politik Anggaran di Pusdiklat Jawa Barat tersebut. (igi)