Ngaguar Budaya Leluhur Tanah Copo di Taraju, Bisa Jadi Desa Wisata
Reporter:
agustiana|
Senin 01-11-2021,12:50 WIB
radartasik.com TARAJU - Tokoh masyarakat Desa Purwarahayu bersama para budayawan dan komunitas Pancasona melaksanakan diskusi Ngaguar Budaya Leluhur (Ngabubur) Tanah Copo.
Kegiatan bertempat di saung wisata Jurlapqu Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu (30/10/21).
Iwan Cahyadi, Pendamping Budaya Desa Purwarahayu mengungkapkan, ngaguar budaya leluhur ini dinilai cukup penting agar masyarakat lebih menyadari bahwa budaya ini memang aset yang paling berharga.
"Dengan kita melestarikan budaya, otomatis memiliki khas tersendiri. Sebab, budaya itu hanya dimiliki oleh daerahnya masing-masing, sehingga budaya kami tidak dimiliki oleh desa lain," ujarnya kepada Radar usai kegiatan.
Sebagai pendamping budaya desa, Iwan mengaku berusaha untuk meyakinkan dan mengajak masyarakat untuk selalu membangkitkan dan mengembangkan budaya yang ada di Desa Purwarahayu khususnya.
Dengan seperti itu, Iwan sangat yakin, banyak pihak yang akan melirik. Dalam artian, ketika budaya memang dilestarikan, maka tidak menutup kemungkinan Desa itu statusnya menjadi desa wisata. Terlebih, budaya itu kebanyakan situs yang tentunya perlu dipelihara.
"Kami sangat semangat dalam mewujudkan impian ini, untuk kesejahteraan tanpa merusak alam. Jadi alam dipelihara, tapi penghasilan pun kita dapat. Budaya ini jangan hanya istilah kekayaan saja, namun masyarakat juga harus ikut memelihara," ucapnya.
Iwan menyebutkan, hasil dari diskusi itu, sudah tergambarkan awal cerita tanah Copo seperti apa.
Di tanah copo itu salah satu budayanya adalah mitembeuyan, merupakan ciri khas budaya Sunda yang ada di Desa Purwarahayu.
Selain itu, terdapat situs peninggalan situs kaputihan.
Semua bermuara ke kaputihan, yang diantaranya terdapat semah guriang, semah madu laksana, semah puhun, semah dalem, semah batara dan lainnya.
Sembah itu adalah kaki tangan dari pusat kerajaan yang ada di Kaputihan.
Pasalnya, dulu Kaputihan itu merupakan sebuah kerajaan.
Langkah selanjutnya, ujar Iwan, Ia bersama tokoh masyarakat lainnya, akan terus meningkatkan sumber- sumber cerita tanah copo untuk keabsahan dan lebih tepat cerita leluhur itu.
"Kenapa di guar dengan cara diskusi seperti ini ? karena, sebagai anak cucu copo, kami kehilangan dokumen yang asli. Dalam artian, sekitar tahun 1920 terjadi musibah kebakaran di kampung Panguyuhan. Termasuk buku sejarah copo pun ikut terbakar," kata Iwan menjelaskan.
Terang Iwan, disamping ngaguar budaya leluhur, juga melaksanakan kegiatan festival yang lebih menonjolkan tentang potensi sejarah yang ada di Desa Purwarahayu atau istilah lainnya Tanah Copo.
Beberapa diantaranya, ditampilkan beberapa jenis kuliner, alat musik, permainan anak-anak jaman dulu, demo makanan mengolah gula, cara membuat singkong khas Desa Purwarahayu.
Namun, ujar Iwan, yang lebih ditonjolkan itu adalah budaya asli di Tanah Copo.
Menceritakan atau mendengarkan narasumber dari para sesepuh di desa untuk bercerita sesuai dengan pengetahuan mereka, sejauh mana para leluhur bercerita tentang sejarah tanah Copo.
"Jadi intinya dari semua festival, yang paling berharga adalah tentang cerita sejarah Tanah Copo atau disebut ngaguar budaya para leluhur dengan mendengarkan cerita-cerita dari tokoh masyarakat," kata Iwan menambahkan.
Ditempat yang sama, Budayawan asal Bogor, Ahmad Efendi Kartawijaya mengatakan, ini merupakan momentum dan sejarah, para generasi antusias dan cerdas terhadap amanah dari para leluhur yang harus dilaksanakan dengan menjaga budaya yang ada di Tanah Copo.
"Ini perlu tim-tim generasi atau pun teamwork dan saya ucapkan selamat berjuang kepada mereka. Jikalau tidak sama kita, mau sama siapa lagi. Kita harus sayang sama anak cucu agar tanah kita tetap tertib, aman, subur, makmur, loh jinawi," kata dia.
Nur Iswandy, inovator wisata Jurlapqu menambahkan, sangat mendukung kegiatan diskusi ngaguar budaya leluhur di tempatnya.
Agar mereka tidak lupa, akan budaya sambil melestarikan budaya. Meskipun, banyak versi dan kisah Tanah Copo yang diceritakan oleh tokoh di Desa Purwarahayu.
"Kisah rakyat atau cerita rakyat ini akan hilang ditelan jaman, jika sejarah Tanah Copo ini tidak didokumentasikan. Ini salah satu usaha kami agar sejarah Tanah Copo bisa dikembangkan dan dilestarikan. Yang paling penting masyarakat yang memegang sejarah ini, bisa bersatu padu meskipun berbeda versi," ucapnya. (radik robi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: