Alumni Cipasung Jadi Rais Syuriah PWNU Jabar

Alumni Cipasung Jadi  Rais Syuriah PWNU Jabar

radartasik.com, BANDUNG - KH Dr Abun Bunyamin terpilih sebagai Rais Syuriyah dan KH Juhadi Muhammad sebagai Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Barat masa khidmat 2021-2026. Kiai Abun dipilih dalam sidang AHWA tujuh ulama. Sementara Kiai Juhadi terpilih dalam pemilihan langsung. Dari 27 suara cabang dan satu suara PWNU, sebanyak 19 orang memilih Kiai Juhadi, KH Hasan Nuri Hidayatullah mendapatkan 8 suara. Sedangkan satu suara untuk Dr Romdloni.


Sesuai ketentuan tata tertib Konferensi Pengurus Wilayah (Konferwil) Nahdlatul Ulama (PWNU) XVIII Jawa Barat yang digelar di Hotel Grand Asrilia Bandung, 30-31 Oktober 2021. Calon yang terpilih lebih dari 50 persen ditetapkan langsung sebagai Ketua Tanfidziyah, setelah sebelumnya disetujui oleh Rais Syuriyah terpilih.

KH Abun Bunyamin sebelumnya adalah Wakil Rais Syuriyah PWNU Jabar. Sedangkan KH Juhadi Muhammad adalah Ketua Tanfidziyah PCNU Indramayu. Duet ini, menjadi wajah baru untuk PWNU Jabar dalam lima tahun ke depan.

Kiprah di NU

Ketakziman seorang santri kepada kiainya, tak berhenti setelah ia pulang dan mukim. Rasa takzim itu melekat selama hidupnya. Kebaikan dan jasa para guru itu selalu disebut-sebut dalam berbagai kesempatan.

Dikutip dari NU Online Jabar, hal itulah yang diperlihatkan oleh KH Dr Abun Bunyamin, MA. Ia tak pernah melupakan jasa para kiai yang telah mengajarnya, terutama para masyayikh Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Bahkan dalam perhelatan besar Rapat Pleno PBNU setahun yang lalu (20/9), Kiai Abun tanpa ragu menyebut jasa para gurunya itu.

Kiai Abun, saat ini dikenal sebagai pengasuh Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta. Salah satu pesantren terbesar dengan 6.000 santri dan 6.00 orang guru. Dengan kemajuan seperti ini, ternyata Kiai Abun tak pernah melupakan gemblengan para gurunya di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya.

Sebelum mengaji di Cipasung, ia sudah menjelajah di sejumlah pesantren, antara lain Pesantren Hidayatul Muta'allimin (Majalengka), Al-Falah dan Santiong (Cicalengka), Sukamiskin (Bandung), dan Riyadlul Alfiyyah Sadang (Garut).

Saat lahir pada 4 April 1954, ia bernama Muhammad Tamrin. Tapi saat masuk SD berubah menjadi Ade Bunyamin dengan panggilan Amin. Dari mulai sebagai santri biasa, Amin kemudian menjadi Ketua Asrama Pusaka dan puncaknya menjadi seksi muballlighin yang membawahi seluruh asrama di Cipasung.

Rupanya, saat di Cipasung inilah Amin menemukan kedewasaan dan arah hidup yang lebih pasti. Ia masih sempat mengaji sebentar kepada Abah Ruhiat.

Amin selalu melaksanakan ijazah doa yang diberikan, yaitu salat di awal waktu, membaca Al-Fatihah untuk Abah, dan membaca Alquran 50 ayat setiap hari. Menurut Abah Ruhiat, hal itu agar ilmu yang dipelajari manfaat dan penuh berkah.

Dengan Kiai Ilyas Ruhiat, selain sebagai guru, Amin juga menganggapnya sebagai mentor yang mengarahkan jalan hidupnya. Masih segar dalam ingatannya sapaan Ajengan Santun dari Cipasung itu, “Min, lagi apa? Dari mana?” Kesantunan yang selalu tunjukkan kepada para santri.

Kiai Abun Purwakarta tidak hanya menghormati guru-gurunya, tetapi juga para putra gurunya di Cipasung. Saat memberikan sambutan dalam Rapat Pleno PBNU itu, secara khusus dia menyebut nama KH Abun Bunyamin Ruhiat. Keduanya berkawan baik sejak di pesantren. Selayaknya santri, tentu saat itu Amin sering disuruh-suruh bahkan tak jarang dimarahi.

“Saya yang membawakan tasnya saat berangkat kuliah,” tutur Kiai Abun. ”Saya juga sering dimarahi. Alhamdulillah, berkah saya dimarahi, saya jadi maju. Kebaikan, kemajuan, ketinggian Pesantren Al-Muhajirin ini, tidak ada apa-apanya kecuali karena (berkah para guru) Pesantren Cipasung.” Kata Kiai Abun menceritakan.

Sementara itu, nama KH Juhadi Muhamma tak asing di Indramayu maupun Jawa Barat. Sosok kiai sekaligus pengusaha perikanan di Indramayu itu memimpin PCNU selama tiga periode berturut-turut sejak periode tahun 2006 hingga tahun 2021.

Kang Haji Juhadi, demikian ia biasa dipanggil adalah putra dari tokoh ulama di Karanganyar, Pasekan, Indramayu, yaitu KH Muhammad dan ibu Nyai Hj Rokilah.

Dikutip dari NU Online Jabar, KH Juhadi lahir pada 14 Januari 1968. Sejak kecil, ia telah dididik dalam lingkungan keluarga yang taat beragama dan kesehariannya diisi dengan pendidikan keagamaan di keluarga serta lingkungannya.

Setelah menempuh pendidikan SD, ia kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk mesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon pada (1982-85). Lalu melanjutkan ke Pesantren Lirboyo, Kediri selama tiga tahun. Ia lulus pada 1988.

Selepas menuntut ilmu di pesantren, Juhadi muda mulai aktif terjun di tengah masyarakat sambil merintis usaha di bidang perikanan. Ia menjadi bakul udang. Sedikit demi sedikit, usahanya berkembang. Usaha budidaya tambak udang dan bandeng, ia lakoni hingga sekarang.

Suami dari Hj Maskunah ini, dikenal sebagai sosok yang ulet, gigih dan pantang menyerah dalam mengembangkan usahanya. Ia juga dikenal sebagai pengusaha perikanan yang kreatif dan inovatif karena berhasil menemukan berbagai terobosan baru dalam teknik budidaya.

“Saya mulai merintis usaha sejak nol. Saya bisa berkembang seperti saat ini adalah berkat karunia Allah SWT, juga kerja keras dan prinsip pantang menyerah. Kita harus memiliki basis ekonomi yang kuat untuk berjuang mengembangkan agama atau khidmah pada NU, agar tidak jadi peminta-minta atau memanfaatkan organisasi untuk kepentingan sendiri. Kita jangan mencari hidup di NU tetapi kita harus bisa menghidupi NU,” ujar KH Juhadi Muhammad kepada NU Online Jabar. (kim/njb)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: