Jaksa KPK Sebut RJ Lino Rugikan Negara USD 1,99 Juta
Reporter:
ocean|
Senin 09-08-2021,18:53 WIB
Radartasik.com, JAKARTA — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino alias RJ Lino melakukan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) pada PT Pelindo II tahun 2011.
”Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pelindo II (Persero) sebesar USD 1.997.740,23,” ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Senin (09/08/2021).
Dalam dakwaan itu disebutkan, tindak pidana korupsi itu dilakukan RJ Lino dengan cara mengintervensi proses pengadaan QCC dengan menunjuk Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM) sebagai perusahaan pelaksana proyek.
RJ Lino didakwa melakukan korupsi bersama Ferialdy Norlan selaku Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II dan Chairman HDHM Weng Yaogen.
Padahal, tindakannya itu bertentangan dengan Pasal 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN; Pasal 1, Pasal 3 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo I.
”Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” kata jaksa.
Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan RJ Lino bermula saat PT Pelindo II mengadakan lelang pengadaan crane untuk Pelabuhan Panjan, Pontianak dan Palembang. Namun, tak kunjung mendapatkan pemenang.
Kemudian, PT Pelindo II membuka lagi proses pelelangan pada April 2009 dengan mengubah spesifikasi crane single lift QCC berkapasitas 40 ton. Meski demikian, tak ada satu pun peserta yang mengikuti lelang tersebut.
Hingga akhirnya, PT Pelindo II menunjuk langsung PT Barata Indonesia sebagai pemenang lelang. Sehingga terjadi negosiasi antara PT Pelindo II dengan PT Barata Indonesia.
Tapi, saat proses negosiasi berlangsung RJ Lino justru mengundang HDHM untuk melakukan survei langsung ke beberapa pelabuhan tersebut.
”Perbuatan terdakwa tersebut bertentangan dengan prinsip adil dan wajar sebagaimana Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009 yaitu prinsip adil dan wajar,” kata jaksa.
”Hal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009,” sambung jaksa.
Bahkan untuk memuluskan rencananya, RJ Lino menyuruh bawahannya, Wahyu Hardiyanto mengubah SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan PT Pelindo II.
Hingga akhirnya, HDHM terpilih sebagai pihak pengadaan. Sehingga, dalam pengadaan itu PT Pelindo II harus membayar USD 15.165.150.
”Harga wajar sebenarnya 13.579.088,71 dolar AS. Sehingga menyebabkan terjadinya kemahalan harga pembelian 3 (tiga) unit twin lift QCC dari HDHM sebesar 1.974.911,29 dolar AS,” kata jaksa.
Sehingga dalam kasus ini, RJ Lino didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (riz/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: