4 Pengurus Parpol Tersangka Sunat Dana Hibah di Kabupaten Tasik, Kerugian Rp 5,2 M
Reporter:
syindi|
Sabtu 07-08-2021,08:30 WIB
MANGUNREJA - Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus pemotongan dana Hibah Pemkab Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018, Jumat (6/8/2021). Dari sembilan tersangka itu empat di antaranya pengurus partai politik di Kabupaten Tasikmalaya.
Selain menetapkan tersangka, kejaksaan menyampaikan kerugian keuangan negara akibat pemotongan hibah terhadap 79 lembaga tersebut yang mencapai Rp 5,2 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya M Syarif SH MH menjelaskan, tim penyidik tindak pidana korupsi pemotongan dana hibah yang berasal dari APBD Pemkab Tasikmalaya Tahun 2018 telah menetapkan tersangka.
“Ada sembilan orang yang telah kita tetapkan sebagai tersangka, dengan jumlah kerugian keuangan negara, sebesar Rp 5,2 miliar,” kata dia saat konperensi pers di Aula Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya, kemarin.
Lanjut dia, inisial sembilan tersangka adalah UM (47) seorang pengurus partai dan wiraswasta, WAN (46) pimpinan pondok pesantren dan wiraswasta. Kemudian, EY (52) sebagai pimpinan pondok pesantren atau ketua yayasan/madrasah juga wiraswasta, HAJ (49) sebagai wiraswasta, AAF (49) pengurus partai dan wiraswasta.
Lanjut dia, FG (35) pengurus partai dan wiraswasta, AL (31) pekerjaan wiraswasta, guru honorer, BR (41) pengurus partai/wiraswasta dan PP (32) sebagai karyawan honorer.
Menurut dia, kasus pemotongan hibah Pemkab Tasikmalaya APBD tahun 2018 ini berawal dari adanya temuan BPK RI, Perwakilan Provinsi Jawa Barat atau BPKP terhadap pelaksanaan dana Hibah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018. “Ditemukan banyak lembaga yang sampai akhir tahun anggaran, tidak menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban (LPj),” ungkap dia.
Kemudian, lanjut dia, BPK menemukan adanya pemotongan dana hibah yang dilakukan oleh pihak tertentu, kepada 26 lembaga dengan nilai pemotongan sebesar Rp 2,6 miliar yang menjadi temuan BPK awal.
“Kemudian, kita kembangkan atas temuan BPK tersebut, tidak dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Inspektorat selaku APIP,” terang dia.
Jadi, dikarenakan tindakan pemotongan dana hibah tersebut adalah perbuatan pidana dan harus ditangani oleh aparat penegak hukum (APH). Maka dari itu, Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya mengambil alih penanganannya dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan.
“Pada tahap penyidikan, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 167 orang saksi. Dan telah menyita 254 barang bukti,” ungkap dia.
Kemudian, kata dia, dari hasil pemeriksaan saksi tersebut ditemukan fakta adanya pemotongan dana hibah, terhadap 79 lembaga. “Dengan besaran potongan bervariasi antara Rp 5 juta sampai dengan Rp 190 juta. Dengan total pemotongan sebesar Rp 5,9 miliar. Dan sudah ada pengembalian ke KAS daerah sebesar Rp 645 juta,” jelasnya.
“Sehingga, masih ada Rp 5,2 miliar yang belum dikembalikan. Jadi total kerugian keuangan negara Rp 5.2 miliar,” tambah dia.
Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya Donny Roy Hardi SH menambahkan, tim penyidik kejaksaan mendapatkan informasi adanya dana hibah yang ditransfer ke rekening penerima hibah, penerima menarik semua dana hibah yang diterimanya dalam bentuk tunai.
Pada saat pencairan, ungkap dia, pihak yang melakukan pemotongan ada yang mendampingi penerima hibah ke bank, dan ada juga yang mengawal lewat komunikasi telepon. “Setelah uang dicairkan oleh penerima hibah melalui penarikan tunai, pihak tersebut melakukan pemotongan,” paparnya.
Selanjutnya, untuk pemotongan dilakukan di rumah penerima hibah, dan ada pula yang dilakukan di tempat tertentu. “Tempat tertentu itu, tidak ada satu saksi pun yang melihat. Di tempat yang sepi, hanya mereka penerima dan satu pemotong hibah, berdua yang menyaksikan serah terima uang pemotongan tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, dibuatkan oleh pemotong dengan merekayasa kwitansi yang dicocokkan dengan jumlah hibah yang cair.
(dik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: