Asep mengaku sakit hati mendapat informasi warganya yang akan lahiran tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya di Puskesmas Sukaratu karena swab antigen-nya positif.
“Intinya pasien dilempar-lempar, petugas tidak menangani alasan tidak punya alat pelindung diri (APD). Sampai-sampai pasien lahiran di tenda dan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan. Padahal di lingkungan wilayah tempat kesehatan, di halaman puskesmas,” kata dia, mengeluhkan.
Menurut dia, berdasarkan keterangan Tiwi tidak ada petugas yang menolong. Itu disebabkan karena hasil swab Tiwi positif. “Untung saja bayi dan pasien selamat. Hanya saja perlakuan dari petugas di puskesmas dikeluhkan, sampai-sampai keluarga pasien merasa sakit hati,” kata dia, menjelaskan.
Awalnya pasien dibawa ke Puskesmas Cisaruni, namun tidak ada PONED, sehingga dibawa ke Puskesmas Sukaratu yang ada PONED. “Memang selama ini kalau kontrol, tidak tentu. Ketika pukul 14.00 perutnya mulai terasa akan melahirkan, kemudian pergi Puskesmas Cisaruni sudah tutup dan kebetulan belum ada 24 jam,” ujar dia.
Kemudian, lanjut dia, pihak keluarga panik dan langsung membawa ke puskesmas terdekat, Puskesmas Sukaratu. “Sampai di Puskesmas Sukaratu pasien di periksa dulu awalnya ditenda darurat oleh bidan dan ternyata masih pembukaan dua. Ia pun mengerti kalau itu protokol tenaga kesehatan harus swab dulu,” kata dia.
“Ketika hasilnya reaktif setelah di-swab antigen, jadi petugas mundur tidak mau menangani Tiwi. Sampai ada bahasa dari bidan yang tidak enak, bayi yang sudah keluar kepalanya minta didempet terlebih dahulu. Aslinya saya sangat sakit hati mendengarnya,” ucapnya.
Menurut dia, ini sangat keterlaluan dan tak masuk akal kalau alasannya tidak ada alat pelindung diri (APD), padahal jelas ini di puskesmas. “Lucu, masa di puskesmas tidak punya APD. Kami saja di desa punya APD,” ucapnya.
Akhirnya, kata dia, Tiwi pun melahirkan di tenda posko Covid-19 Puskesmas Sukaratu tanpa bantuan tenaga medis. Semuanya melahirkan dengan sendiri dan dibantu oleh keluarganya.
“Sakit hati kami, itu bayi lahir di tenda darurat tanpa pertolongan tenaga medis dan hanya oleh keluarga ditandean, karena sudah kelihatan kepalanya keluar. Untung masih terselamatkan nyawa keduanya,” kata dia.
Een, keluarga Tiwi menjelaskan, setelah hasil swab keluar dan reaktif Covid-19. Petugas medis konsultasi dengan dokter dan selang beberapa saat memberi tahu bahwa tidak bisa lahiran di puskesmas. “Kemudian akan dipindahkan ke Puskesmas Cisaruni lagi dan akan dijemput ambulans,” ujar dia.
Namun, kata dia, setelah lama menunggu tidak kunjung ada jemputan. Sedangkan pasien, yang sedang hamil terus keluar air ketubannya. “Ketika melaporkan ke perawatnya diminta untuk menunggu tapi tidak dilihat kondisinya,” kata dia.
Kemudian, kata dia, keluarga kembali menginformasikan kepada petugas medis bahwa kepala bayi sudah terlihat dan mau keluar. Namun, petugas medis malah menyebutkan untuk dihimpit.
“Perawat meminta untuk menunggu bidan yang dari Cisaruni, itu pun tidak dilihat oleh perawat tersebut yang akhirnya lahira pukul 17.00 baru perawat keluar. Karena saya teriak-teriak. Tidak lama, datang yang dari Cisaruni dan langsung dibawa ke Puskesmas Cisaruni,” pungkasnya. (obi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News