389 Tahun Jejak Para Bupati Tasikmalaya

389 Tahun Jejak Para Bupati Tasikmalaya

radartasik.com, KRISIS KEPEMIMPINAN, sering kita dengar di era reformasi ini. Rakyat seperti kehilangan kepercayaan kepada sebagian besar pemimpinnya: baik pemimpin politik, ekonomi maupun sosial.


Ciri terjadinya krisis kepemimpinan tiada lain karena tidak adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership), tidak ada integritas, juga tidak ada keteladanan. Krisis ini diperparah dengan perilaku koruptif yang mewabah bak pandemi dari para pemimpin baik di tingkat lokal maupun nasional.

Padahal pemimpin dalam sistem sosial adalah orang yang berpengaruh dan mempengaruhi para pengikutnya. Pemimpin adalah energi bagi perubahan dan cahaya dalam kehidupan, bukan malah jadi penyebab kesengsaraan rakyat sebagai akibat kesalahan dalam memaknai kepeA­mimpinannya.

Mereka telah berkhianat dengan hanya pandai bersilat lidah dan haA­nya mau enaknya sendiri, padahal karuhun kita telah memberikan bagi pemimpin semacam pedoman dalam bertingkah laku.

Diantaranya: ari nyaur kudu diukur, nyabda kudu di unggang; nu lain kudu dilainkeun, nu enya kudu dienyakeun, nu ulah kudu diulahkeun; sacangreud pageuh, sagolek pangkek; kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balarea.

Nilai-nilai itu pantas jadi bahan refleksi tentang pemimpin dan kepemimpinan, juga sangat relevan dijadikan bahan kontemplasi, agar bisa menggugah jiwa para pemimpin yang sedang tertidur pulas lebih rancingeus, toweksa, tur amanah, atau seperti yang pernah dikatakan oleh Presiden AS ke-6 (1825-1829) John Quincy Adams: “ If yours action inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are leader”.

Hari ini Kabupaten Tasikmalaya berhari jadi ke 389, terhitung sejak Ki Wirawangsa ditunjuk sebagai Mantri Agung Adipati di Sukapura dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha I (tanggal 26 Juli 1632), tak pelak maka beliau adalah Bupati Sukapura (Tasikmalaya) yang pertama, peletak dasar norma-norma kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan.

Beliau seorang pemimpin pembaharu dan sang pembebas, karena sejak itu wilayah Sukapura menjadi otonom dan tidak subordinat lagi terhadap Mataram. Atas rintisan beliau lah maka Tasikmalaya ada sampai saat ini, cogito ergo sum.

Pada masa berikutnya, keturunan beliau lah sebagai pelanjut kepemimpinan di Sukapura. Tercatat bupati yang bisa dianggap berhasil membangun Sukapura adalah Rd. Anggadipa l/Wiradadaha III.

Beliau berhasil menyelaraskan urusan pemerintahan dan agama, hubungan ulama umaro terjalin harmonis, saling melengkapi. Bahkan aliran tarekat satariyah berkembang begitu pesat dengan pusat pengembangannya di Pamijahan.

Syekh Abdul Muhyi seorang ulama besar pemimpin gerakan tarekat ini turut mendampingi pemerintahan Wiradadaha III, dengan tetap menjaga prinsip dan batas masing masing.

Wiradadaha III juga berhasil meletakan pondasi pemerintahan di Sukapura dengan mendistribusikan kewenangannya kepada para patihnya. Seperti masalah keamanan dan kesejahteraan diserahkan kepada Rd. Yudanagara.

Urusan irigasi dan pertanian diserahkan kepada Rd. Anggadipa, kemudian Rd. Somanagara diserahi urusan administrasi pemerintahan dan urusan keuangan dan pendapatan kabupaten diurus oleh Rd. Indrataruna.

Pada masa pemerintahannya rakyat hidup aman sejahtera “rea ketan rea keton sepi maling towong rampog”.

Periode selanjutnya ketika pusat pemerintahan Sukapura bergeser ke Manonjaya, bupati kharismatik yang terkenal berani adalah Rd. Demang Anggadipa ll atau disebut Wiradadaha VIII.

Beliau begitu cakap mengelola lahan pertanian sehingga pada waktu itu Kabupaten Sukapura menjadi penopang pangan kabupaten lain di Priangan yang lahan pertaniannya banyak terpakai untuk lahan tanaman kopi.

Ketika pemerintah kolonial hendak mengeksploitasi wilayah Sukapura dengan tanaman tarum, bupati ini dengan lantang menolaknya.

Beliau sangat khawatir kalau lahan pertanian berupa sawah dan ladang dipakai untuk tanaman tarum bahaya kelaparan mengancam rakyat. Konsekuensi dari sikapnya itu, Wiradadaha VIII diberhentikan dari jabatannya. Kabupaten Sukapura dihapus, bekas wilayahnya sebagian dimasukan ke Kabupaten Limbangan dan Sumedang.

Namun demikian kharisma bupati Wiradadaha VIII semakin kuat di hati rakyat Sukapura. Sehingga pemerintah kolonial Inggris yang berkuasa sementara di pulau Jawa, dibawah pemerintahan Letnan Gubernur Jenderal Raffles mengangkat kembali Demang Anggadipa ll menjadi Bupati Sukapura, bahkan wilayah kekuasaannya ditambah meliputi Distrik Galunggung dan seluruh wilayah Galuh Kawasen di sebelah barat sungai Citanduy.

Pada tahun 1837 Demang Anggadipa ll menggagas pemerintahan ibukota Sukapura pindah ke Manonjaya, ditandai dengan pembangunan mesjid Manonjaya dan Alun-alun, yang sampai hari ini masih terlihat peninggalannya.

Selanjutnya, mengingat semakin strategis Kota Tasikmalaya sehubungan selesainya pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan Batavia, Bandung, Tasikmalaya, Jogja sampai Surabaya. Pemerintah Hindia Belanda pada 1 Oktober 1901 memerintahkan ibukota Sukapura pindah ke Kota Tasikmalaya sekarang.

Tercatat Bupati Sukapura yang pertama berkantor di Tasikmalaya adalah RAA Wiratanoeningrat. Pada masa beliau nama Kabupaten Sukapura berganti menjadi Kabupaten Tasikmalaya. Inilah yang menjadi periode ketiga keberhasilan Kabupaten Sukapura dengan pusat pemerintahannya di Kota Tasikmalaya.

Pada masa RAA Wiratanoeningrat Tasikmalaya memasuki era peradaban modern. Bupati ini berhasil membangun infrastruktur kota dengan selesainya pembangunan pendopo dan Alun-alun, perbaikan masjid Agung, pembangunan Pasar Gede dan pusat pertokoan, jalan jalan di pusat kota diperlebar dan jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan pelosok diperbaiki.

Kemudian destinasi wisata pun di bangun ditandai dengan berdirinya gedung bioskop dan sarana hiburan rakyat, pembangunan lapangan pacuan kuda Dadaha dan pemandian air panas Galunggung, penerangan jalan, telepon dan telegraf pun tidak ketinggalan.

Pada tahun 1917 Bupati RAA Wiratanoeningrat mendorong proteksi ekonomi rakyat dengan mempelopori berdirinya perhimpunan koperasi batik, tenun, anyaman, pertanian dan perikanan. Bahkan sejak tahun 1920 ketika semangat pergerakan nasional mulai tumbuh, bupati menyokong aktif berdirinya sekolah sekolah pribumi modern yang didirikan oleh Pagoeyuban Pasoendan.

Di samping itu beliau mengukuhkan kembali tradisi hubungan ulama umaro dalam satu ikatan “Idhari Baitul Muluki Wal Umaro”

Dalam tata pemerintahan, RAA Wiratanoeningrat pada tahun 1925 berhasil menegakan sistem pemerintahan yang demokratis melalui dewan kabupaten dimana rakyat turut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pengeloaan pemerintahan.

Memasuki masa akhir pemerintahannya, hampir seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk Kabupaten Tasikmalaya mengalami resesi akibat Perang Dunia I. Bahaya kelaparan pun mengancam. Untuk mengantisipasi itu, RAA Wiratanoeningrat mengerahkan rakyat untuk membuka lahan pertanian baru di daerah Lakbok. Tercatat hampir 14.000 hektar sawah baru tercetak di daerah tersebut. Langkah ini berhasil mengantarkan Kabupaten Tasikmalaya menjadi daerah berdaulat pangan.

Memasuki zaman kemerdekaan sampai paruh pertama tahun 60-an belum tercatat lagi ada Bupati Tasikmalaya yang menorehkan prestasi yang gilang gemilang. Besar kemungkinan perhatian para bupati pada periode ini tercurah pada faktor keamanan akibat agresi militer Belanda dan kekacauan yang ditimbulkan oleh pemberontakan DI/TII mengingat Tasikmalaya merupakan daerah basis terkuat gerakan ini.

Baru setelah masa Orde Baru ketika situasi mulai aman terkendali, mulai terlihat kembali penataan sistem pemerintahan dan pembangunan terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan dan ekonomi rakyat. Dimulai sejak masa Bupati Kol. Inf. Husein Wangsaatmadja, Drs. Kartiwa Suriasaputra, Letkol Inf. A. Benyamin, Kol. Inf. Hudly Bambang Aruman, Kol. Inf. Adang Roosman sampai Kol. Inf. Suljana WH.

Mengingat semakin pesatnya pembangunan Kabupaten Tasikmalaya menjadi sentra pertumbuhan ekonomi Priangan Timur. Hal mana berdampak pada semakin kompleksnya urusan yang harus ditangani pemerintah kabupaten.

Maka pada masa Bupati A. Benyamin (1976 - 1981) embrio pemerintahan kota (gementte) mulai tumbuh dengan diresmikannya Kota Administratif Tasikmalaya melalui PP No. 22 Tahun 1976 oleh Mendagri H. Amir Machmud, sekaligus dilantiknya Drs. H. Oman Roesman sebagai Walikota Administratif pertama oleh Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat H. Aang Kunaefi.

Selanjutnya, Bupati Suljana Wirata Hadisubrata, bukan saja bupati terakhir masa orde baru dan berakhirnya suatu era kepemimpinan militer di Tasikmalaya, untuk beralih ke politisi sipil, tetapi tercatat pada masa beliau terjadi kerusuhan berbau ras pada tanggal 26 Desember 1996, namun dengan kepemimpinannya yang kuat, situasi dapat terkendali dalam waktu yang sangat cepat.

Di samping itu, gelombang reformasi 1998 juga terjadi pada masa kepemimpinannya. Gelombang demokratisasi berhasil beliau kawal, salah satu nya dengan membentuk Tim Reformasi Kabupaten Tasikmalaya (kebetulan penulis ditunjuk sebagai ketuanya).

Masa berikutnya adalah pemilu 1999 sebagai pemilu pertama era reformasi juga berlangsung sangat aman, sampai pada terpilihnya Bupati dari kalangan sipil yakni Tatang Farhanul Hakim.

Pada masa TFH (Tatang Farhanul Hakim), banyak tercipta perubahan besar mulai peningkatan status Kotif Tasikmalaya menjadi kota otonom.

Sisi menarik pembentukan Kota Tasikmalaya 17 Oktober 2001 adalah ketika 5 (lima) kecamatan diluar Kotif Tasikmalaya diintegrasikan ke Kota Tasikmalaya (Kawalu, Mangkubumi, Indihiang, Cibeureum, dan Tamansari), hal yang tidak terjadi untuk kasus serupa di Daerah lain, bahkan Kotif Purwokerto di Jawa Tengah malah dilebur kembali dan masuk wilayah Kabupaten Banyumas.

Di samping itu pemindahan ibu kota Kabupaten Tasikmalaya dari kota Tasikmalaya ke Singaparna pun pada tahun 2010, terjadi pada masa kepemimpinan beliau.

Begitu pun dengan dimulainya cara hotmix menggantikan pola lapen yang dianggap boros dalam pengerjaan peningkatan dan pemeliharaan jalan, beliau lakukan untuk jalan Papayan-Cikalong, sepanjang lebih dari 60 km yang dikerjakan dalam satu tahun anggaran.

Bahkan yang lebih fenomenal adalah membuka jalan baru Ciawi-Singaparna sepanjang 23 km, yang saya anggap sebagai pembangunan yang paling berdampak luas bagi tatanan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Pada masa reformasi ini pula terpilih bupati dari kalangan santri sebagai pengganti TFH, yaitu Uu Ruzhanul Ulum, yang pada periode kedua terpilih dalam pilkada calon tunggal yang pertama kali terjadi di Indonesia.

Bupati Uu selanjutnya terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat. Itulah sekelumit perjalanan para pemimpin (bupati) di Tasikmalaya, yang dianggap paling membawa perubahan dalam berbagai segi.

Di masa yang akan datang kita berharap lahir pemimpin-pemimpin besar dengan kualitas strong leadership. Di pundak Bupati sekarang lah (Ade Sugianto) konstruksi masa depan Kabupaten Tasikmalaya dibebankan.

Ade Sugianto adalah bupati pertama yang berasal dari wakil bupati yang masih harus kita tunggu kiprahnya. Reformasi membuka peluang bagi kepala daerah untuk leuwih parigel jeung perceka. Cag.... Dirgahayu Kabupaten Tasikmalaya HUT ke-389 (26 Juli 1632-26 Juli 2021). (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: