BOR dan Kasus Covid Turun Bukan Jaminan Angka Kematian juga Ikut Turun

BOR dan Kasus Covid Turun Bukan Jaminan Angka Kematian juga Ikut Turun

Radartasik.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo mengungkapkan jumlah keterisian tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR) cenderung turun. Hal itu menjadi salah satu alasan alasan pemerintah untuk membuka pembatasan atau PPKM secara bertahap mulai 26 Juli 2021. Akan tetapi fakta di lapangan, nyatanya tak seperti itu.

Jokowi juga mengungkapkan, angka kasus Covid-19 menurun dalam beberapa hari terakhir. Padahal penurunan kasus terjadi seiring jumlah tes spesimen yang terus turun.


Penurunan terlihat dari pemeriksaan spesimen yaitu 179.275 spesimen pada Selasa (20/07/2021), 160.686 spesimen pada Senin (19/07/2021), 192.918 spesimen pada Minggu (18/07/2021), 251.392 spesimen pada Sabtu (17/07/2021), 258.532 spesimen pada Jumat (16/07/2021). Maka penurunan terlihat pada kasus harian.


Kasus harian Covid-19 makin turun yakni Senin (19/07/2021) 34.257. Hari Minggu (18/07/2021) 44.721 sehari. Sabtu (17/07/2021) 51.952 sehari. Memang hari ini, Selasa (20/07/2021) agak sedikit naik di angka 38 ribu.


Tim Lapor Warga LaporCovid-19 Yemiko menjelaskan penurunan kasus terjadi karena memang tes menurun drastis. Tak mencapai target pemerintah 400-500 ribu sehari.


“Iya benar. Turun drastis malah. Karena 500 ribu testing perhari tidak sampai. Sepakat sekali dengan itu. Tracing kita juga lemah,” tegas Yemiko kepada JawaPos.com, Rabu (21/07/2021).


“Kedua, orang terkonfirmasi positif memang berkurang, sedang tesnya turun drastis. Ini juga menunjukkan bahwa usaha sistematis untuk mengurangi BOR,” tambahnya.


Menurutnya semestinya pemerintah melihat dari angka kematian. Dalam sehari masih ada lebih dari seribu jiwa. Bahkan sempat mencapai rekor dalam sehari, Senin (19/7) sebanyak 1.338 jiwa meninggal dunia.


“Selanjutnya, kita juga harus menyadari bahwa jumlah kematian kita cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa memang di RS masih banyak orang yang dirawat,” tegasnya.


Lalu apakah benar BOR RS sudah menurun?

Menurut Yemiko, fakta di lapangan tak sepenuhnya benar. Pasalnya, masih ada warga yang meminta pertolongan timnya untuk dicarikan ruang IGD dan ICU RS.


“Kalau untuk mencari rumah sakit masih ada 2-3 orang yang tanya rumah sakit ke kita. Pun sama ICU juga,” tegasnya.


Menurutnya, penurunan BOR di RS juga terjadi karena semakin banyaknya fasilitas isoman yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga orang yang punya gejala ringan, tentu sudah mengerti dan tak harus datang ke rumah sakit.


“Jika dibilang turun mungkin iya, tapi itu kan selaras dengan banyaknya jumlah shelter/tempat isoman yang dibuka. Inisiatif semacam ini kan turut membantu pengurangan BOR. Orang yang mulanya punya gejala ringan ke RS, mereka memilih shelter. Jadi RS bisa fokus ke yang bergejala berat,” tegasnya.


Menurutnya faskes adalah benteng terakhir. Dengan analogi demikian, jika garda terdepan (testing dan tracing) tidak dilakukan secara tepat, yang bakal terkena implikasinya adalah Faskes (RS).


Baca Juga: Ini Sanksi Pidana Bagi Pelanggar PPKM Darurat


“Tes dan tracing turun, ya BOR RS turun. Padahal kematian masih tinggi sekali. Mungkin ada upaya sistematis untuk ketidaktransparansian data,” tegasnya.


Menurutnya data kematian saja berbeda terus antara data pemerintah daerah dengan data LaporCovid-19. Apalagi data probable atau pasien meninggal dan belum keluar hasil PCR-nya tak dihitung dalam daftar kematian.


“Misalnya ada laporan di suatu RS di suatu daerah antrean pemakaman 23 orang, tapi data dari pemkotnya cuma 6. Kalau mengikuti prinsip WHO, termasuk suspek/probable (dihitung) karena untuk upaya surveilans,” ungkapnya.


“Makanya kita bisa meledak kasus kematiannya kalo suspek dan probable dihitung. Tapi saya kembali ke statement perbedaan dengan apa yg terjadi di lapangan. Mungkin itu satu variabelnya adalah keterlambatan test. Tapi masih ada variabel lain yaitu orang bakal ke RS kalau mereka sudah positif,” tutupnya. (jpg)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: