Vaksin Dosis Ketiga? Begini Kata Epidemiolog UGM
Reporter:
ocean|
Sabtu 10-07-2021,20:16 WIB
Radartasik.com, JAKARTA — Pemerintah berencana memberikan vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan seiring melonjaknya kasus Covid-19 varian Delta dan banyaknya nakes yang meninggal terpapar covid meskipun sudah divaksinasi.
Menanggapi rencana itu, Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama, SKed, MPH, pada laman resmi kampusnya, mengatakan sebenarnya belum mendesak dan belum ada jaminan pemberian vaksin dosis ketiga bagi nakes bisa bebas dari paparan Covid-19 varian Delta.
Menurut dia, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menjadi penyebab kematian bagi nakes tersebut.
”Bukti yang ada belum kuat bahwa dosis ketiga apakah ini diperlukan terutama untuk varian Delta,” kata Bayu, Jumat (09/07/2021).
Dia berpendapat yang lebih penting adalah mengetahui dulu apa penyebab pasti nakes yang menurut asumsi sudah banyak yang mendapatkan vaksinasi tapi masih terkena dan angka kematiannya masih tinggi. Apakah memang efektifitas vaksin yang rendah atau ada penyebab lain?
Menurut Bayu, sebenarnya bukti yang menunjukkan bahwa varian Delta menyebabkan Covid-19 lebih parah daripada varian sebelumnya masih sangat sedikit sehingga belum bisa disimpulkan varian ini lebih ganas.
Namun, mengenai varian Delta lebih menular memang buktinya sudah lebih kuat.
”Lebih menular ini yang menyebabkan kenapa lebih banyak kasus yang berat ketika varian Delta muncul. Karena varian Delta menyebabkan lebih banyak orang sakit dan hal ini akan berbanding lurus dengan meningkatnya orang yang bergejala sedang-berat. Jadi, bukan karena variannya sendiri secara langsung,” imbuhnya.
Banyaknya kasus kematian karena positif Covid-19, maka pasien yang membutuhkan perawatan juga meningkat. Padahal, kapasitas rumah sakit tidak bisa bertambah dengan cepat.
Akibatnya, banyak pasien yang tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit rujukan. ”Kondisi ini menyebabkan angka kematian meningkat,” paparnya.
Soal data Kemenkes yang menyebutkan sekitar 90 persen kasus kematian Covid-19 lebih banyak terjadi pada orang yang belum divaksinasi?
Bayu menerangkan angka tersebut terlalu optimis karena angka sebenarnya masih di bawah itu. ”Namun, bagi saya masih cukup bagus untuk mengurangi fatalitas pada Covid-19,” katanya.
Bayu sependapat bahwa pemerintah tengah menggenjot program vaksinasi di tengah banyaknya warga yang enggan melakukan vaksin serta masih melonjaknya kasus dan kamar khusus Covid-19 di rumah sakit yang penuh.
”Saya setuju dengan langkah mempercepat vaksinasi yang seharusnya juga didukung dengan edukasi dan langkah pemberantasan info hoax agar orang semakin yakin untuk vaksin. Tapi info hoax ternyata lebih masif sehingga hal itu menghambat proses peningkatan angka vaksinasi,” tegasnya.
Bila virus corona terus bermutasi dan katakanlah akan lebih ganas dan cepat menular, apakah vaksin yang disuntik sebelumnya masih tetap efektif menangkal virus?
Menurut dia, virus SARS-CoV-2 tetap terus bermutasi sehingga perlu vaksin yang lebih baru lagi. Bahkan, semua vaksin yang ada saat ini dapat diperbarui sesuai dengan hasil penelitian.
”Apabila dinilai varian yang baru benar-benar dapat mengurangi signifikan kemampuan vaksin terhadap virus SARS-CoV-2, maka akan dibuat semacam booster untuk vaksin tersebut,” kata dia.
Namun, dia pun memberi catatan. ”Itu pun jika memang ada alokasi khusus yang tidak mengganggu vaksinasi secara umum maka bisa diberikan,” pungkasnya. (lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: