Guru Sekolah Rakyat di Tasikmalaya Menambal Kegagalan Sistem, Temukan Banyak Siswa Setara SMP Tak Bisa Baca

Guru Sekolah Rakyat di Tasikmalaya Menambal Kegagalan Sistem, Temukan Banyak Siswa Setara SMP Tak Bisa Baca

Para murid dan guru Sekolah Rakyat di Kota Tasikmalaya difoto bersama Wali Kota Viman Alfarizi Ramadhan dan Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Idit Supriadi Priatna. ayu sabrina / radar tasikmalaya--

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM — Cerita tentang anak-anak usia SMP yang belum bisa membaca atau menulis sering terdengar dalam diskusi soal pendidikan nasional. 

Namun di Sekolah Rakyat Kota Tasikmalaya, fenomena itu bukan sekadar data, ia muncul setiap hari, menjadi bukti nyata betapa banyak celah yang dilewatkan sistem pendidikan formal.

Sekolah Rakyat hadir sebagai penambal dari celah itu.

Di sini, guru tak hanya memberi pelajaran, tetapi juga memulihkan apa yang gagal dibangun sekolah sebelumnya, dasar literasi, kedisiplinan, dan kepercayaan diri anak.

BACA JUGA:Jelang Musrenbang 2026, Forum Kota Sehat Kota Tasikmalaya Dorong Usulan Selaras SPM

Mayoritas siswa yang datang berasal dari keluarga desil 1 dan 2, anak-anak miskin yang pernah bersekolah tetapi tersingkir oleh berbagai tekanan hidup.

Ketika kembali, kemampuan mereka tertinggal sangat jauh. Beberapa di antaranya berusia setara SMP, tetapi belum bisa mengeja huruf.

Kondisi itu dipahami betul oleh Heri Haerudin, kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 41 Kota Tasikmalaya.

Setelah 21 tahun di sekolah negeri, ia meninggalkan kenyamanan untuk mengambil peran yang lebih menantang, memperbaiki apa yang satu dekade sebelumnya gagal diperbaiki sekolah formal.

BACA JUGA:Dari Jumat Malam ke Minggu Pagi, Jejak 36 Jam Pesta Oplosan yang Merenggut Dua Remaja Tasikmalaya

“Setelah lebih dari satu bulan berjalan, saya menemukan banyak anak yang tidak bisa baca tulis. Bahkan yang usianya setara SMP,” ujar Heri usai menerima kunjungan Kementerian Sosial, Jumat 21 November 2025.

Menurut Heri, masalah terbesar bukan hanya ketertinggalan akademik, tetapi hilangnya pola hidup teratur akibat lama terputus dari sekolah. 

Maka, Sekolah Rakyat merancang program pembiasaan yang jauh lebih panjang dari sekolah umum. MPLS dua minggu, disusul pembiasaan dua bulan.

Dalam masa itulah guru bekerja lebih keras dari pendidik pada umumnya, mengembalikan rutinitas belajar, memulihkan fokus, serta mengajak siswa perlahan menerima kembali struktur yang dulu membuat mereka menyerah.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait