Kerusakan Tata Ruang Jadi Akar Bencana di Tasikmalaya, BPBD: Sungai Kita Sudah Tidak Utuh Lagi

Kerusakan Tata Ruang Jadi Akar Bencana di Tasikmalaya, BPBD: Sungai Kita Sudah Tidak Utuh Lagi

Para Camat dan Lurah se-Kota Tasikmalaya saat mengikuti Rakor Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi, di RM Sambel Hejo. Selasa 18 November 2025. ayu sabrina / radar tasikmalaya--

TASIKMALAYA, RADARTASIK.COM – Lonjakan bencana di Kota TASIKMALAYA pada November 2025 mengungkap persoalan yang lebih mendasar: kerusakan tata ruang yang telah berlangsung lama. 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya menegaskan bahwa alih fungsi lahan dan penyempitan badan sungai menjadi penyebab utama banjir, pohon tumbang, serta kerusakan lingkungan lainnya.

Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya, H. Ucu Anwar Surahman, menyampaikan kondisi sungai di Tasikmalaya kini jauh dari bentuk idealnya. Ia menilai banyak sempadan sungai yang sudah hilang, bahkan badan sungai berubah menjadi bangunan permanen.

“Secara kasat mata, eksisting kita sudah tidak melihat sungai yang utuh. Sempadannya pasti habis. Badan sungai saja sekarang sudah beralih fungsi menjadi warung, toko, bahkan rumah,” ujarnya usai Rakor Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi, Selasa 18 November 2025.

BACA JUGA:Mahasiswa Korban Robohnya Gazebo FKIP Unsil Tasikmalaya Jalani Operasi Tiga Jam, Hasilnya?

Ucu menegaskan bahwa upaya penanganan bencana tidak akan efektif tanpa langkah serius memperbaiki tata ruang, terutama di sepanjang aliran sungai. 

Ia menilai pemerintah perlu bersikap tegas untuk mengembalikan fungsi sungai.

“Jika kita mau mengembalikan fungsi sungai, pemkot harus power full melakukan netralisasi badan sungai. Kalau sungai sudah tertutup, mohon maaf, ke depan kita sudah tidak memiliki peradaban,” katanya.

Kerusakan tata ruang tidak hanya terjadi di kawasan sungai. 

BACA JUGA:Layanan Dasar RSUD TNT Dinilai Belum Optimal, KMRT Soroti Perencanaan Pemkab Tasikmalaya

Lahan resapan seperti kolam dan sawah pun banyak beralih fungsi menjadi bangunan, sehingga air hujan tidak lagi meresap optimal.

“Kita sudah kehilangan inisiasi untuk menyiapkan resapan air. Sawah dan kolam sudah beralih fungsi. Maka masyarakat sejatinya perlu menyiapkan biopori, bahkan gang-gang yang sudah diaspal itu digali ulang untuk dibuatkan ruang resapan,” tambahnya.

Hingga 17 November kemarin, BPBD mencatat 184 kejadian bencana, termasuk 32 pohon tumbang dan 52 rumah roboh. 

Pada 17–18 November, laporan tambahan kembali muncul, menunjukkan intensitas bencana belum mereda.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait