Dari sisi juru parkir, aturan yang masih setengah jalan ini justru membuat mereka serba salah.
Mereka dituntut memakai karcis, namun sarana pendukung dan situasi lapangan tidak selalu mendukung.
Abdul Hamid, jukir yang sudah bertugas sejak 1994 di Jalan dr Soekardjo, mengaku sering menghadapi perdebatan dengan pengguna kendaraan.
“Dikasih karcis, ada yang ribut soal tarif. Nggak dikasih karcis, dibilang nggak resmi. Kita yang di tengah-tengah jadi serba salah,” cetusnya.
BACA JUGA:KUR BNI 2025: Pinjaman Rp 50 Juta dengan Cicilan Ringan, Cocok untuk UMKM Baru
Hamid juga menegaskan bahwa sebagian pengendara tetap memaksakan tarif lama meski aturan baru sudah diinformasikan.
“Kadang mobil bayar Rp2.000, padahal sudah lewat batas waktu. Kalau dipaksa sesuai aturan, malah jadi ribut,” tegasnya.
Sementara itu di Jalan Tarumanagara, Asep Hamdani mengaku belum menerima karcis sama sekali.
“Belum dapat karcis dari pemerintah. Jadi saya nggak bisa maksa juga. Sementara ya jalan seperti biasa dulu,” katanya.
Kondisi ini memperlihatkan satu hal, implementasi kebijakan berjalan lebih cepat daripada persiapan teknisnya.
Sosialisasi, distribusi karcis, hingga pelatihan jukir justru masih tertinggal.
Warga berharap pemerintah segera menutup celah kebingungan tersebut. Sementara para jukir berharap tidak lagi menjadi sasaran kritik akibat kebijakan yang belum matang.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tasikmalaya menegaskan bahwa pengguna kendaraan bermotor tidak wajib membayar retribusi parkir jika juru parkir (jukir) tidak memberikan karcis resmi.
Aturan ini kembali disosialisasikan sebagai langkah menekan praktik pungutan liar (pungli) di lapangan.