Lantainya, terbuat dari potongan papan yang bergoyang ketika diinjak, memperlihatkan tanah yang menganga di bawahnya.
Dua kamar yang lembap dan minim ventilasi hanya mempertegas bahwa rumah ini tak lagi layak dihuni.
“Kalau malam, dingin sekali. Kalau hujan, masuk,” kata Iin.
Karena takut rumahnya roboh sewaktu-waktu, Iin memilih mengungsi sementara ke rumah anaknya.
BACA JUGA:Teknisi Internet Tewas Tersetrum di Tasikmalaya, Sorotan Keras soal Kelalaian K3 dan APD
Setiap hari ia tetap bekerja sebagai buruh jahit di lingkungan sekitar. Pendapatannya tidak menentu.
“Cukup buat makan saja. Kalau buat perbaikan mah jauh,” katanya.
Rumah itu juga tidak memiliki MCK terhubung.
Fasilitas sanitasi berdiri di bangunan kecil terpisah, kondisinya sama sederhana dan rapuh.
BACA JUGA:Kepadatan Jalur Gentong Diantisipasi, Polres Tasikmalaya Kota Siapkan Rekayasa Lalu Lintas Nataru
Ketua RW 7, Agus, mengenal betul kondisi itu. Ia menyebut Iin sebagai salah satu warga dengan kategori miskin ekstrem di wilayahnya.
“Laporan sudah disampaikan ke kelurahan sejak tahun lalu,” ucapnya.
Namun, rumah Iin tidak masuk daftar penerima program Rutilahu tahun itu. Agus tidak mengetahui penyebabnya.
“Saya berharap kondisi terbaru ini bisa dipertimbangkan lagi. Rumahnya sudah tidak aman,” katanya.
BACA JUGA:Lagi! Diky Chandra Jalan-Jalan Pintar untuk Kota Tasikmalaya, Jemput Bola ke Sejumlah Kementerian
Hingga kini, tak ada tindak lanjut. Tidak ada perbaikan struktural. Tidak ada program lanjutan yang menyentuh kebutuhan paling mendesak: keamanan hunian.